Menulis puisi kadang menjadi beban terberat bagi seseorang. Hal ini karena anggapan bahwa puisi terlalu berat dari segi bahasa maupun penafsirannya. Oleh karena itulah, dalam pelajaran ini Anda akan berlatih menulis puisi. Agar puisi yang Anda tulis dapat mewakili ide serta gagasan Anda, sebaiknya ikuti terlebih dahulu teknik-teknik penulisannya. Dengan demikian, diharapkan Anda mampu menulis.
Secara umum, tidak ada paksaan bagi seseorang untuk menulis puisi. Setiap orang dapat menulis puisi. Masalahnya, mau atau tidak mau orang tersebut tergerak untuk menuliskan kata-kata yang mampu mewakili hatinya. Misalnya, jika Anda sedang sedih, jatuh cinta, kecewa, rindu pada Tuhan atau orang terkasih, semuanya dapat diekspresikan dalam bentuk puisi.
Selanjutnya, Anda harus sering berlatih untuk mengolah kata dan rasa. Hal ini secara perlahan dapat dilakukan dengan memahami teknik-teknik menulis puisi. Dalam pelajaran ini, Anda akan belajar memahami teknik-teknik tersebut dan mempraktikannya.
1.Mengenal Jenis-Jenis Puisi
Ditinjau dari bentuk dan isinya, puisi dapat dibedakan menjadi jenis berikut.
a.Puisi epik, yakni suatu puisi yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Puisi epic dibedakan menjadi folk epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan, dan literary epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dibaca, dipahami, dan diresapi maknanya.
b.Puisi naratif, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita, menjadi pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita. Jenis puisi yang termasuk dalam jenis puisi naratif ini adalah balada yang dibedakan menjadi folk ballad dan literary ballad. Ini adalah ragam puisi yang berkisah tentang kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan, kedengkian, ketakutan, kepedihan, dan keriangannya. Jenis puisi lain yang termasuk dalam puisi naratif adalah poetic tale, yaitu puisi yang berisi dongeng-dongeng rakyat.
c.Puisi lirik, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat dalam khazanah sastra modern di Indonesia. Misalnya, dalam puisi-puisi Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain.
d.Puisi dramatik, yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu. Dalam puisi dramatik dapat saja penyair berkisah tentang dirinya atau orang lain yang diwakilinya lewat monolog.
e.Puisi didaktik, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya ditampilkan secara eksplisit.
f.Puisi satirik, yaitu puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat.
g.Romance, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap sang kekasih.
h.Elegi, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih dan kedukaan seseorang.
i.Ode, yakni puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki jasa ataupun sikap kepahlawanan.
j.Hymne, yakni puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air.
2.Bait dalam Puisi
Bait merupakan satuan yang lebih besar dari baris yang ada dalam puisi. Bait merujuk pada kesatuan larik yang berada dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya. Dalam puisi, keberadaan bait sebagai kumpulan larik tidaklah mutlak. Perhatikanlah puisi "Isa" karya Chairil Anwar berikut.
Itu tubuh
mengucur darah
mengucur darah
rubuh
patah
mendampar tanya: aku salah?
Puisi Chairil Anwar tersebut terdiri atas enam bait, tiga di antaranya merupakan bait yang hanya terdiri atas satu larik puisi tersebut. Salah satunya terdapat dalam penggalan tersebut, yakni bait "mendampar tanya: aku salah?"
Peranan bait dalam puisi adalah untuk membentuk suatu kesatuan makna dalam rangka mewujudkan pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik lainnya. Pada sisi lain, bait juga berperan menciptakan tipografi puisi.
Selain itu, bait juga berperanan dalam menekankan atau mementingkan suatu gagasan serta menunjukkan adanya loncatan-loncatan gagasan yang dituangkan penyairnya. Sekarang, dengan jelas Anda dapat mengetahui bahwa bait-bait dalam puisi dapat diibaratkan sebagai suatu paragraf karangan yang paragraf atau baitnya telah mengandung pokok-pokok pikiran tertentu.
3.Unsur Rima dan Irama dalam Puisi
Bacalah puisi berikut ini dengan baik.
Ke manakah pergi
mencari matahari
ketika salju turun
pohon kehilangan daun
Ke manakah jalan
mencari lindungan
ketika tubuh kuyup
dan pintu tertutup
Ke manakah lari
mencari api
ketika bara hati
padam tak berarti
Ke manakah pergi
Ke manakah pergi
selain mencuci diri
Setelah membaca puisi berjudul "Salju" karya Wing Kardjo tersebut, apakah yang pertama kali menarik perhatian Anda? Sejalan dengan telaah unsur bangun struktur, Anda tentunya mencoba mengamati contoh konkret dari apa yang disebut bangun struktur puisi. Dari sejumlah unsur struktur puisi yang telah diungkapkan, sekarang kita pusatkan perhatian pada aspek bunyi terlebih dahulu. Jika berbicara tentang masalah bunyi dalam puisi, kita harus memahami konsep tentang hal-hal berikut.
a.Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.
b.Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsure musikalitas, baik berupa alunan tinggi rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama itu, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral.
c.Ragam bunyi meliputi euphony, cacophony, dan onomatope. Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi. Pada contoh puisi tersebut, misalnya, dapat dilihat adanya pengulangan bunyi vocal (e) seperti tampak pada larik "ke manakah pergi". Perulangan bunyi demikian disebut asonansi.
Selain itu, juga dapat diamati adanya perulangan bunyi konsonan (n) seperti nampak pada larik "pohon kehilangan daun". Perulangan bunyi konsonan itu disebut aliterasi. Perulangan bunyi seperti contoh tersebut berlaku di antara kata-kata dalam satu larik. Rima demikian itu disebut rima dalam.
Lebih lanjut, jika kita mengamati bait pertama puisi "Salju" tersebut, tampak juga adanya paduan bunyi antara setiap akhir larik sehingga menimbulkan pola persajakan vokal /i/ — vokal /i/ dengan konsonan /n/ — konsonan /n/ seperti tampak pada bentuk . . . pergi/. . . matahari/. . . turun/. . . daun. Rima demikian itu, yakni rima yang terdapat pada akhir larik puisi, disebut rima akhir.
Pada contoh puisi tersebut juga dapat kita jumpai adanya pengulangan kata "ketika" di antara bait-bait. Ulangan kata demikian disebut rima identik. Contoh lain misalnya, dapat diamati pada puisi berjudul "Sajak Samar" karya Abdul Hadi W.M. berikut.
Ada yang memisahkan kita, jam dinding ini
ada yang mengisahkan kita, bumi bisik-bisik ini
ada. Tapi tak ada kucium waangi kainmu sebelum
pergi tak ada. Tapi langkah gerimis bukan sendiri.
Pengulangan bunyi disebut rima sempurna jika meliputi baik pengulangan konsonan maupun vokal, seperti tampak pada bentuk "pergi" dan "sendiri", larik 3 dan 4 puisi tersebut. Adapun pengulangan bunyi disebut rima rupa jika pengulangan hanya tampak pada penulisan suatu bunyi, sedangkan pelafalannya tidak sama. Misalnya, rima antara bunyi vokal /u/ dalam bentuk "bulan" serta bunyi vokal /u/ dalam "belum", seperti tampak pada salah satu puisi Abdul Hadi W.M. berjudul "Dan Bajumu" berikut.
Pasang bajumu. Dingin akan lalu melewat
menyusup dekat semak-semak pohon kayu
Tapi bulan belum kelihatan, puncak-puncak bukit
sudah berhenti membandingkan dukamu,
sehari keluh kesah
Anda tentunya telah mengenal istilah euphony sebagai salah satu ragam bunyi yang mampu menuansakan suasana keriangan, vitalitas, maupun gerak. Bunyi euphony umumnya berupa bunyibunyi vokal. Anda sendiri dapat mengetahui bahwa kata-kata yang mengandung sesuatu yang menyenangkan umumnya mengandung bunyi vokal, seperti tampak pada kata "gembira", "bernyanyi", "berlari", dan lain-lain. Pada puisi "Salju" tersebut, Anda dapat melihat adanya kata "pergi/mencari/matahari".
Berkebalikan dengan bunyi euphony, bunyi cacophony adalah bunyi yang menuansakan suasana ketertekanan batin, kebekuan, kesepian ataupun kesedihan. Jika bunyi euphony umumnya terdapat dalam bentuk vokal, bunyi cacophony umumnya berupa bunyi-bunyi konsonan yang berada di akhir kata. Bunyi konsonan itu dapat berupa bunyi bilabial, seperti nampak pada larik-larik ketika tubuh kuyup dan pintu tertutup.
Peranan bunyi dalam puisi meliputi hal-hal berikut:
- untuk menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas atau kemerduan;
- untuk menuansakan makna tertentu sebagai perwujudan rasa dan sikap penyairnya;
- untuk menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin dan sikap penyairnya.
4.Majas dalam Puisi
Beberapa contoh majas yang ada dalam puisi adalah sebagai berikut.
a. Metafora, yakni pengungkapan yang mengandung makna secara tersirat untuk mengungkapkan acuan makna yang lain selain makna sebenarnya, misalnya, "cemara pun gugur daun" mengungkapkan makna “ketidakabadian kehidupan".
b. Metonimia, yakni pengungkapan dengan menggunakan suatu realitas tertentu, baik itu nama orang, benda, atau sesuatu yang lain untuk menampilkan makna-makna tertentu. Misalnya, "Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu". "Kuntum bunga" di situ mewakili makna tentang remaja yang sedang tumbuh untuk mencapai cita-cita hidupnya.
c. Anafora, yakni pengulangan kata atau frase pada awal dua larik puisi secara berurutan untuk penekanan atau keefektifan bahasa. Misalnya, terdapat dalam salah satu puisi Sapardi Djoko Damono berikut.
Kita tinggalkan kota ini, ketika menyeberang sungai
terasa waktu masih mengalir
di luar diri kita. Awas, jangan menoleh,
tak ada yang memerlukan kita lagi
tak ada yang memanggil kembali.
d. Oksimoron, yaitu majas yang menggunakan penggabungan kata yang sebenarnya acuan maknanya bertentangan. Misalnya, pada salah satu puisi Sapardi Djoko Damono berikut.
Begini: kita mesti berpisah. Sebab
Sudah terlampau lama bercinta
Uji Materi
1.Tulislah sebuah puisi dengan tema bebas yang sesuai dengan suasana hati Anda sekarang.
2.Jika perlu, carilah suasana baru dalam menulis puisi, misalnya di taman sekolah, taman kota, dan lain-lain.
3.Setelah selesai, kumpulkanlah puisi tersebut kepada guru Anda. Guru Anda akan meminta secara acak salah seorang di antara Anda untuk membacakan puisi tersebut.
Rangkuman
1.Bangun struktur puisi adalah unsur pembentuk puisi yang dapat diamati secara visual. Unsur tersebut meliputi bunyi, kata, larik atau baris, bait, dan tipografi.
2.Lambang dalam puisi mungkin dapat berupa kata tugas, kata dasar, maupun kata bentukan.
3.Istilah pengimajian, yakni penataan kata yang menyebabkan makna-makna abstrak menjadi konkret dan cermat.
4.Selain pengimajian, terdapat istilah pengiasan, yakni pengimajian dengan menggunakan kata-kata kias sehingga menimbulkan makna yang lebih kongkret dan cermat.
5.Bait merupakan satuan yang lebih besar dari baris yang ada dalam puisi. Bait merujuk pada kesatuan larik yang berada dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya.
6.Jika berbicara tentang masalah bunyi dalam puisi, kita harus memahami konsep tentang hal-hal berikut.
a.Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang di larik puisi.
b.Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, tinggi-rendah, panjang- pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama tersebut, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral
c.Ragam bunyi meliputi euphony, cacophony, dan onomatope.
World Education
"Bahwasanya Ilmu Itu Diperoleh Dari belajar"
Artikel
Jumat, 04 Maret 2011
Menulis Paragraf Naratif
Dalam pelajaran ini, Anda akan belajar mengenal penulisan paragraf naratif dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat.
Karangan naratif adalah karangan berbentuk kisahan yang terdiri atas kumpulan yang disusun secara kronologis (menurut urutan waktu) sehingga menjadi suatu rangkaian. Dalam karangan naratif, kita harus bisa menghadirkan tulisan yang membawa pembaca pada petualangan seperti yang kita alami. Dengan demikian, para pembaca akan merasakan urutan waktu yang digambarkan dalam tulisan. Urutan waktu yang diisi dengan berbagai kegiatan tersebut akan menghasilkan tulisan naratif yang menarik untuk dibaca.
Kegiatan menulis karangan naratif dilakukan dengan langkahlangkah berikut.
1.Mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraph naratif. Misalnya, topik kegiatan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
2.Menyusun kerangka paragraf naratif berdasarkan kronologi waktu dan peristiwa, misalnya:
Kerangka Karangan
Judul: Susur Sungai Cikapundung, Rekreasi Sekaligus Pembelajaran
1. Waktu Pelaksanaan
- kegiatan acara susur Sungai Cikapundung
- satu jam kemudian pergi ke hulu sungai
- kegiatan penyusuran
2. Konsep Acara
- tujuan acara
- peserta
3. Pelaksana
- mahasiswa Teknik Planologi 2004 ITB
4. Pelaksanaan Kegiatan
- penataan ruang di Daerah Aliran Sungai (DAS)
- membersihkan sampah
5. Kegiatan lain
- diskusi
- kegiatan lanjutan
Sebagai contoh, berikut ini adalah sebuah hasil pengembangan kerangka karangan.
''Susur Sungai Cikapundung'' KMPA–PSIK:
Rekreasi Sekaligus Pembelajaran
Minggu, 23 April, Pukul 08.00 pagi, peserta perjalanan ''Susur Sungai Cikapundung'' sudah mulai berkumpul di sekretariat KMPA di Sunken Court W–03. Satu jam kemudian, rombongan berangkat menuju Curug Dago, dengan sedikit naik ke arah hulu di mana perjalanan itu dimulai. Tanpa ragu, peserta mulai menyusuri Cikapundung meskipun ketinggian air hampir mencapai sebatas pinggang. Ketinggian air pun meningkat sekitar 50 cm setelah hujan deras mengguyur Bandung hampir sehari penuh kemarin, Sabtu 22 April 2006. Hari tersebut bertepatan dengan Hari Bumi.
Derasnya air Sungai Cikapundung tidak mengecilkan hati para peserta yang mengikuti acara ''Susur Sungai Cikapundung''. Acara ''Susur Sungai Cikapundung'' ini merupakan salah satu acara dari serangkaian kegiatan Pekan Hari Bumi se–ITB yang diadakan oleh Unit Kegiatan KMPA (Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam) yang bekerja sama dengan PSIK (Perkumpulan Studi Ilmu Masyarakat). Acara ''Susur Sungai Cikapundung'' ini diikuti oleh 24 orang yang terdiri atas berbagai unit kegiatan ITB seperti PSIK, KMPA, Teknik Pertambangan, Nymphea, Planologi dan 3 orang pelajar dari SMP al-Huda dan satu pelajar dari SMK Dago.
Para mahasiswa Teknik Planologi 2004, mengikuti kegiatan tersebut dengan semangat menggebu. Mereka tidak menyangka bahwa dengan menyusuri sungai dapat menjadi ajang rekreasi dari rutinitas sehari–hari. Beruntung, hari itu hujan tidak turun yang dapat menyebabkan acara menjadi kacau karena menyebabkan naiknya debit air dan menambah derasnya sungai sehingga dapat membahayakan diri peserta. Selain menyusuri sungai dan melihat secara langsung kondisi Cikapundung, peserta juga diberikan wacana dan ajang diskusi yang disampaikan oleh Andre, mahasiswa Teknik Planologi 2002, mengenai konsep penataan ruang di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tetap memerhatikan lingkungan. Selain itu, peserta juga diajak untuk mengambil sampah-sampah yang mencemari Sungai Cikapundung.
Ajang diskusi ini menimbulkan banyak pertanyaan dari peserta tentang bagaimana seharusnya menata daerah sepanjang aliran sungai agar tidak merusak lingkungan dan sungai yang ada. Diharapkan dengan adanya acara ini para peserta yang ikut dapat mengetahui kondisi yang sebenarnya dari Sungai Cikapundung dan apa yang terjadi dengan lingkungan di DAS Cikapundung. Selain itu, mudahmudahan para peserta dapat tergerak hatinya untuk lebih memerhatikan masalah lingkungan yang terjadi di Bandung, khususnya Sungai Cikapundung.
Setelah kurang lebih 4 jam menyusuri Sungai Cikapundung dan berbasah ria, sekitar pukul 14.20 acara menyusuri sungai tersebut selesai dan keluar di daerah Ciumbuleuit atas yang kemudian dilanjutkan dengan pawai spanduk dan poster sampai kampus.
Sumber: www.itb.ac.id
Setelah selesai menulis paragraf naratif, Anda dapat melakukan penyuntingan terhadap tulisan naratif yang telah dibuat. Kegiatan tersebut dapat Anda lakukan dengan melakukan tukar silang hasil pekerjaan bersama teman.
Dalam teks bacaan naratif "Susur Sungai Cikapundung, Rekreasi Sekaligus Pembelajaran," terdapat kalimat berikut.
... Mereka tidak menyangka bahwa dengan menyusuri sungai dapat menjadi ajang rekreasi dari rutinitas sehari-hari.
Kata yang dimiringkan (sehari-hari) termasuk kata ulang. Anda dapat menggunakan kata ulang dalam tulisan paragraf naratif yang Anda tulis. Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik baik seluruhnya maupun sebagiannya. Dalam hal ini ada yang berupa variasi fonem ataupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang.
Setiap kata ulang memiliki bentuk dasar, contohnya kata ulang berjalanjalan dibentuk dari kata dasar berjalan. Adapun kata sia-sia, alun-alun, mondar-mandir, dan compang-camping tidak digolongkan kata ulang karena sebenarnya tidak ada satuan yang diulang.
1. Cara menentukan bentuk dasar kata ulang
a.Sebagian kata ulang dengan mudah dapat ditentukan bentuk dasarnya misalnya, rumah-rumah bentuk dasarnya rumah.
b.Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata. Misalnya, bentuk dasar kata ulang benda menjadi kata benda. contoh: sekolah sekolah-sekolah
c.Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Misalnya, bentuk ulang memperkata- katakan bentuk dasarnya memperkatakan bukan memperkata.
2. Macam-macam pengulangan
a.Pengulangan seluruh, yaitu pengulangan bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya: buku buku-buku
b.Pengulangan sebagian, yaitu pengulangan bentuk dasarnya secara sebagian, misalnya: membaca membaca-baca
Ditarik ditarik-tarik
Berjalan berjalan-jalan
Berlarian berlari-larian
c.Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Dalam golongan ini, bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya menghubung-hubungkan, memata-matai.
d.Pengulangan dengan perubahan fonem misalnya:
gerak gerak-gerik
lauk lauk-pauk
sayur sayur-mayur
Uji Materi
1.Buatlah karangan naratif berdasarkan situasi berikut. Anda dapat memilih salah satu tema karangan naratif yang menarik.
a.Ceritakanlah kisah aktivitas keseharian Anda dari mulai bangun tidur hingga kembali tidur. Cantumkan waktuwaktu kegiatan yang Anda jalani.
b.Anda pernah berprestasi? Ceritakan bagaimana Anda meraih prestasi tersebut secara runut. Misalnya, grup band Anda menjuarai lomba band antarsekolah. Ceritakanlah awal terbentuknya band tersebut, waktu latihan yang dilakukan, persiapan Anda mengikuti lomba, sampai penampilan grup band dan saat menjuarai lomba.
2.Buatlah kerangka karangan sebelum Anda menulis karangan naratif tersebut.
3.Tukarkan pekerjaan tersebut dengan pekerjaan teman-teman Anda.
4.Lakukanlah penilaian terhadap isi tulisan paragraf naratif tersebut dengan tabel penilaian berikut.
5.
Penilaian Kegiatan menulis Karangan Naratif
No Hal yang Dinilai Penilaian
Rentang Nilai Nilai
a.Kesesuaian isi dengan tema
b.Tulisan mengandung pola paragraf naratif
c.Penggunaan bahasa yang runtut dan jelas
d.Penggunaan ejaan yang baik dan benar
Jumlah Total
6.Selain itu, lakukan pula penyuntingan terhadap naskah yang ditulis teman.
7.Perlihatkan pekerjaan tersebut kepada guru Anda untuk dinilai.
Rangkuman
1.Kegiatan menceritakan pengalaman kepada orang lain merupakan kegiatan yang dapat melatih kita berbicara dengan baik dan benar. Dalam hal ini, Anda dapat menceritakan pengalaman kegiatan yang pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman tersebut dapat berupa hal yang menyenangkan ataupun menyedihkan.
2.Salah satu bahan menceritakan pengalaman adalah melalui buku harian. Dalam buku harian, Anda dapat menuliskan hal-hal unik atau menyenangkan yang pernah dialami. Setelah itu, Anda dapat meceritakannya kepada teman-teman.
3.Pengalaman yang pernah Anda alami dapat dituliskan dalam bentuk karangan naratif. Karangan ini memiliki ciri utama adanya urutan peristiwa. Dalam karangan naratif, Anda dapat menceritakan secara berurutan dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan.
Pengalaman yang diceritakan kepada orang lain tentunya dapat lebih melatih kemampuan berbicara Anda. Pemahaman ataupun ketertarikan orang lain terhadap pengalaman yang diceritakan ditentukan oleh gaya Anda berbicara. Secara tidak langsung, hal ini akan melatih Anda berbicara di hadapan umum. Hal ini akan berguna jika suatu waktu Anda menjadi pembicara, ahli pidato, bahkan aktor. Adapun kegiatan menulis paragraf naratif dapat melatih Anda menulis dengan gaya bahasa penceritaan yang runut. Dengan demikian, suatu waktu Anda bisa menjadi penulis atau pengarang yang hebat.
Karangan naratif adalah karangan berbentuk kisahan yang terdiri atas kumpulan yang disusun secara kronologis (menurut urutan waktu) sehingga menjadi suatu rangkaian. Dalam karangan naratif, kita harus bisa menghadirkan tulisan yang membawa pembaca pada petualangan seperti yang kita alami. Dengan demikian, para pembaca akan merasakan urutan waktu yang digambarkan dalam tulisan. Urutan waktu yang diisi dengan berbagai kegiatan tersebut akan menghasilkan tulisan naratif yang menarik untuk dibaca.
Kegiatan menulis karangan naratif dilakukan dengan langkahlangkah berikut.
1.Mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraph naratif. Misalnya, topik kegiatan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
2.Menyusun kerangka paragraf naratif berdasarkan kronologi waktu dan peristiwa, misalnya:
Kerangka Karangan
Judul: Susur Sungai Cikapundung, Rekreasi Sekaligus Pembelajaran
1. Waktu Pelaksanaan
- kegiatan acara susur Sungai Cikapundung
- satu jam kemudian pergi ke hulu sungai
- kegiatan penyusuran
2. Konsep Acara
- tujuan acara
- peserta
3. Pelaksana
- mahasiswa Teknik Planologi 2004 ITB
4. Pelaksanaan Kegiatan
- penataan ruang di Daerah Aliran Sungai (DAS)
- membersihkan sampah
5. Kegiatan lain
- diskusi
- kegiatan lanjutan
Sebagai contoh, berikut ini adalah sebuah hasil pengembangan kerangka karangan.
''Susur Sungai Cikapundung'' KMPA–PSIK:
Rekreasi Sekaligus Pembelajaran
Minggu, 23 April, Pukul 08.00 pagi, peserta perjalanan ''Susur Sungai Cikapundung'' sudah mulai berkumpul di sekretariat KMPA di Sunken Court W–03. Satu jam kemudian, rombongan berangkat menuju Curug Dago, dengan sedikit naik ke arah hulu di mana perjalanan itu dimulai. Tanpa ragu, peserta mulai menyusuri Cikapundung meskipun ketinggian air hampir mencapai sebatas pinggang. Ketinggian air pun meningkat sekitar 50 cm setelah hujan deras mengguyur Bandung hampir sehari penuh kemarin, Sabtu 22 April 2006. Hari tersebut bertepatan dengan Hari Bumi.
Derasnya air Sungai Cikapundung tidak mengecilkan hati para peserta yang mengikuti acara ''Susur Sungai Cikapundung''. Acara ''Susur Sungai Cikapundung'' ini merupakan salah satu acara dari serangkaian kegiatan Pekan Hari Bumi se–ITB yang diadakan oleh Unit Kegiatan KMPA (Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam) yang bekerja sama dengan PSIK (Perkumpulan Studi Ilmu Masyarakat). Acara ''Susur Sungai Cikapundung'' ini diikuti oleh 24 orang yang terdiri atas berbagai unit kegiatan ITB seperti PSIK, KMPA, Teknik Pertambangan, Nymphea, Planologi dan 3 orang pelajar dari SMP al-Huda dan satu pelajar dari SMK Dago.
Para mahasiswa Teknik Planologi 2004, mengikuti kegiatan tersebut dengan semangat menggebu. Mereka tidak menyangka bahwa dengan menyusuri sungai dapat menjadi ajang rekreasi dari rutinitas sehari–hari. Beruntung, hari itu hujan tidak turun yang dapat menyebabkan acara menjadi kacau karena menyebabkan naiknya debit air dan menambah derasnya sungai sehingga dapat membahayakan diri peserta. Selain menyusuri sungai dan melihat secara langsung kondisi Cikapundung, peserta juga diberikan wacana dan ajang diskusi yang disampaikan oleh Andre, mahasiswa Teknik Planologi 2002, mengenai konsep penataan ruang di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tetap memerhatikan lingkungan. Selain itu, peserta juga diajak untuk mengambil sampah-sampah yang mencemari Sungai Cikapundung.
Ajang diskusi ini menimbulkan banyak pertanyaan dari peserta tentang bagaimana seharusnya menata daerah sepanjang aliran sungai agar tidak merusak lingkungan dan sungai yang ada. Diharapkan dengan adanya acara ini para peserta yang ikut dapat mengetahui kondisi yang sebenarnya dari Sungai Cikapundung dan apa yang terjadi dengan lingkungan di DAS Cikapundung. Selain itu, mudahmudahan para peserta dapat tergerak hatinya untuk lebih memerhatikan masalah lingkungan yang terjadi di Bandung, khususnya Sungai Cikapundung.
Setelah kurang lebih 4 jam menyusuri Sungai Cikapundung dan berbasah ria, sekitar pukul 14.20 acara menyusuri sungai tersebut selesai dan keluar di daerah Ciumbuleuit atas yang kemudian dilanjutkan dengan pawai spanduk dan poster sampai kampus.
Sumber: www.itb.ac.id
Setelah selesai menulis paragraf naratif, Anda dapat melakukan penyuntingan terhadap tulisan naratif yang telah dibuat. Kegiatan tersebut dapat Anda lakukan dengan melakukan tukar silang hasil pekerjaan bersama teman.
Dalam teks bacaan naratif "Susur Sungai Cikapundung, Rekreasi Sekaligus Pembelajaran," terdapat kalimat berikut.
... Mereka tidak menyangka bahwa dengan menyusuri sungai dapat menjadi ajang rekreasi dari rutinitas sehari-hari.
Kata yang dimiringkan (sehari-hari) termasuk kata ulang. Anda dapat menggunakan kata ulang dalam tulisan paragraf naratif yang Anda tulis. Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik baik seluruhnya maupun sebagiannya. Dalam hal ini ada yang berupa variasi fonem ataupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang.
Setiap kata ulang memiliki bentuk dasar, contohnya kata ulang berjalanjalan dibentuk dari kata dasar berjalan. Adapun kata sia-sia, alun-alun, mondar-mandir, dan compang-camping tidak digolongkan kata ulang karena sebenarnya tidak ada satuan yang diulang.
1. Cara menentukan bentuk dasar kata ulang
a.Sebagian kata ulang dengan mudah dapat ditentukan bentuk dasarnya misalnya, rumah-rumah bentuk dasarnya rumah.
b.Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata. Misalnya, bentuk dasar kata ulang benda menjadi kata benda. contoh: sekolah sekolah-sekolah
c.Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Misalnya, bentuk ulang memperkata- katakan bentuk dasarnya memperkatakan bukan memperkata.
2. Macam-macam pengulangan
a.Pengulangan seluruh, yaitu pengulangan bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya: buku buku-buku
b.Pengulangan sebagian, yaitu pengulangan bentuk dasarnya secara sebagian, misalnya: membaca membaca-baca
Ditarik ditarik-tarik
Berjalan berjalan-jalan
Berlarian berlari-larian
c.Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Dalam golongan ini, bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya menghubung-hubungkan, memata-matai.
d.Pengulangan dengan perubahan fonem misalnya:
gerak gerak-gerik
lauk lauk-pauk
sayur sayur-mayur
Uji Materi
1.Buatlah karangan naratif berdasarkan situasi berikut. Anda dapat memilih salah satu tema karangan naratif yang menarik.
a.Ceritakanlah kisah aktivitas keseharian Anda dari mulai bangun tidur hingga kembali tidur. Cantumkan waktuwaktu kegiatan yang Anda jalani.
b.Anda pernah berprestasi? Ceritakan bagaimana Anda meraih prestasi tersebut secara runut. Misalnya, grup band Anda menjuarai lomba band antarsekolah. Ceritakanlah awal terbentuknya band tersebut, waktu latihan yang dilakukan, persiapan Anda mengikuti lomba, sampai penampilan grup band dan saat menjuarai lomba.
2.Buatlah kerangka karangan sebelum Anda menulis karangan naratif tersebut.
3.Tukarkan pekerjaan tersebut dengan pekerjaan teman-teman Anda.
4.Lakukanlah penilaian terhadap isi tulisan paragraf naratif tersebut dengan tabel penilaian berikut.
5.
Penilaian Kegiatan menulis Karangan Naratif
No Hal yang Dinilai Penilaian
Rentang Nilai Nilai
a.Kesesuaian isi dengan tema
b.Tulisan mengandung pola paragraf naratif
c.Penggunaan bahasa yang runtut dan jelas
d.Penggunaan ejaan yang baik dan benar
Jumlah Total
6.Selain itu, lakukan pula penyuntingan terhadap naskah yang ditulis teman.
7.Perlihatkan pekerjaan tersebut kepada guru Anda untuk dinilai.
Rangkuman
1.Kegiatan menceritakan pengalaman kepada orang lain merupakan kegiatan yang dapat melatih kita berbicara dengan baik dan benar. Dalam hal ini, Anda dapat menceritakan pengalaman kegiatan yang pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman tersebut dapat berupa hal yang menyenangkan ataupun menyedihkan.
2.Salah satu bahan menceritakan pengalaman adalah melalui buku harian. Dalam buku harian, Anda dapat menuliskan hal-hal unik atau menyenangkan yang pernah dialami. Setelah itu, Anda dapat meceritakannya kepada teman-teman.
3.Pengalaman yang pernah Anda alami dapat dituliskan dalam bentuk karangan naratif. Karangan ini memiliki ciri utama adanya urutan peristiwa. Dalam karangan naratif, Anda dapat menceritakan secara berurutan dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan.
Pengalaman yang diceritakan kepada orang lain tentunya dapat lebih melatih kemampuan berbicara Anda. Pemahaman ataupun ketertarikan orang lain terhadap pengalaman yang diceritakan ditentukan oleh gaya Anda berbicara. Secara tidak langsung, hal ini akan melatih Anda berbicara di hadapan umum. Hal ini akan berguna jika suatu waktu Anda menjadi pembicara, ahli pidato, bahkan aktor. Adapun kegiatan menulis paragraf naratif dapat melatih Anda menulis dengan gaya bahasa penceritaan yang runut. Dengan demikian, suatu waktu Anda bisa menjadi penulis atau pengarang yang hebat.
Menulis Paragraf Ekspositoris
Dalam bab ini, Anda akan berlatih menulis paragraf ekspositoris. Sebelumnya, Anda harus memahami terlebih dahulu materi mengenai paragraf ekspositoris. Pertama, Anda akan berlatih mendaftar topik-topik menarik dan menyusun kerangka karangan. Kemudian, Anda akan mengembangkan kerangka karangan tersebut menjadi karangan ekspositoris. Dengan demikian, diharapkan kemampuan menulis Anda akan bertambah.
Apakah Anda pernah membaca artikel kesehatan, misalnya tentang suatu penyakit? Anda dapat mengenali gejala penyakit sampai cara penanganannya dengan jelas. Artinya, tulisan tersebut telah menggunakan pola pengembangan paragraf ekspositoris. Dalam karangan ekspositoris, Sesuatu dipaparkan dengan runtut sehingga masalahnya menjadi jelas. Tujuan karangan ini adalah member informasi/penjelasan kepada pembaca dengan cara mengembangkan gagasan.
Saat Anda menulis paragraf ekspositoris, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut.
1. Anda dapat mendaftar topik-topik yang kiranya menarik untuk Anda kembangkan.
2. Menyusun kerangka karangan untuk memudahkan Anda mengembangkan pokok-pokok pikiran.
Berikut ini adalah contoh kerangka ekspositoris.
Judul: Mengenal Penyakit Flu Burung
Kerangka karangan:
1. Pengertian flu burung
2. Definisi kasus flu burung
a. kasus suspect
b. kasus probable
c. kasus kompermasi
3. Gejala klinis
4. Penyebab penyakit (etiologi)
5. Penyebab flu burung terkini
6. Masa inkubasi
7. Upaya pencegahan
Berikut ini adalah contoh karangan yang menggunakan pola pengembangan ekspositoris.
“Mengenal Penyakit Flu Burung”
Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari penyakit ini antara lain avian influenza.
Adapun definisi dari berbagai kasusnya adalah sebagai berikut.
1.Kasus Suspect
Kasus suspect adalah kasus seseorang yang menderita ISPA dengan gejala demam (temperatur 38°C), batuk dan atau sakit tenggorokan dan atau beringus serta dengan salah satu keadaan. Hal ini terjadi biasanya karena seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang sedang berjangkit flu burung. Kemudian, orang tersebut kontak dengan virus flu burung yang dalam masa penularan. Hal lainnya jika orang yang bekerja pada suatu laboratorium dan sedang memproses specimen manusia atau binatang yang dicurigai menderita flu burung.
2.Kasus Probable
Kasus probable adalah kasus suspect disertai salah satu keadaan bukti laboratorium terbatas yang mengarah kepada virus influenza A (H5N1). Misalnya, test HI yang menggunakan antigen H5N1 dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonia gagal pernapasan atau meninggal dan terbukti tidak adanya penyebab lain.
3.Kasus Kompermasi
Kasus kompermasi adalah kasus suspect atau probable didukung oleh salah satu hasil pemeriksaan laboratorium. Dalam hal ini, kultur virus influenza H5N1 positif PCR influenza (H5) positif. Selain itu, terjadi peningkatan titer antibody H5 sebesar empat kali.
Selanjutnya, gejala klinis yang ditemui seperti gejala flu pada umumnya, yaitu; demam, sakit tenggorokan, batuk, beringus, nyeri otot, sakit kepala, dan lemas. Dalam waktu singkat, penyakit ini dapat menjadi lebih berat berupa peradangan di paru-paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan tatalaksana dengan baik, dapat menyebabkan kematian.
Etiologi (penyebab penyakit) flu burung adalah virus influenza. Adapun sifat virus ini, yaitu dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Adapun di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 60°C selama 30 menit.
Virus penyebab flu burung dikenal beberapa tipe virus influenza, yaitu; tipe A, tipe B dan tipe C. Virus influenza tipe A terdiri atas beberapa turunan (strain), yaitu: H1N 1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2, dan lain-lain.
Saat ini, penyebab flu burung adalah Highly Pothogenic Avian Influenza Virus, strain H5N1 (H=hemagglutinin; N= neuraminidase). Hasil studi yang ada menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan virus influenza A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus Inluenza A (H5N1) merupakan penyebab wabah flu burung pada unggas. Secara umum, virus flu burung tidak menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih ganas dan menyerang manusia.
Masa inkubasi virus influenza bervariasi antara 1–7 hari. Penularan Flu burung (H5N1) pada unggas terjadi secara cepat dengan kematian tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi di antara populasi unggas satu peternakan, bahkan, dapat menyebar dari satu pertenakan ke peternakan daerah lain. Adapun penularan penyakit ini kepada manusia adalah melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja atau sekreta unggas terserang flu burung. Orang yang memiliki resiko besar untuk terserang flu burung (H5N1) ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual, dan penjamah unggas. Hal lain, belum ada bukti terjadi penularan dari manusia ke manusia. Selain itu, belum ada bukti adanya penularan pada manusia melalui daging unggas yang dikonsumsi.
Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi tinja dan sekret unggas, dengan tindakan sebagai berikut.
Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan pelindung (masker atau kacamata renang).
Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti tinja harus ditatalaksana dengan baik (ditanam/dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya.
Alat-alat yang dipergunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan.
Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
Mengonsumsi daging ayam yang telah dimasak pada suhu 80 °C selama 1 menit. Dalam hal ini, telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64 °C selama 5 menit.
Melaksanakan kebersihan lingkungan.
Menjaga kebersihan diri.
Sumber: www.depkes.go.id (dengan perubahan)
Dari bacaan tersebut, Anda telah mendapatkan pemaparan, penjelasan, penyampaian informasi, sampai penerangan mengenai flu burung. Akan tetapi, Anda tidak diajak untuk menerima atau melaksanakan hal-hal yang dijelaskan dalam bacaan. Intinya, dalam tulisan ekspositoris disajikan pengetahuan atau ilmu, definisi, pengertian, langkah-langkah suatu kegiatan, metode, cara, sampai proses terjadinya sesuatu.
Langkah selanjutnya, Anda dapat melakukan penyuntingan. Dalam hal ini, Anda dapat menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan panduan Ejaan yang Disempurnakan. Kegiatan penyuntingan ini dapat dilakukan dengan bertukar silang hasil pekerjaan teman. Dalam hal ini, Anda dan teman dapat mendiskusikan hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dari isi karangan ekspositoris yang telah ditulis.
Uji Materi
1.Tulislah sebuah karangan yang berpola ekspositoris.
2.Adapun tema yang dikemukakan adalah masalah kesehatan, misalnya masalah kesehatan di lingkungan sekolah atau di lingkungan tempat Anda tinggal.
3.Sebelum menulis karangan berpola ekspositoris, terlebih dahulu buatlah kerangka karangannya.
4.Setelah selesai, bacakanlah tulisan Anda di depan kelas secara bergiliran.
5.Selama teman Anda membacakan tulisannya, lakukanlah penilaian dengan berikut.
No Unsur Penilaian Penilian Nilai
a. Kesesuaian isi dengan tema 0-2
b. Kesesuaian kaidah paragrap ekspositif 0-4
c. Penggunaan bahasa 0-2
Keruntutan penyampaian isi 0-2
Jumlah Total
6.Tukarkanlah tulisan Anda dengan teman sebangku.
7.Lakukan penyuntingan dengan memperhatikan kaidah berbahasa yang baik dan benar.
Info Bahasa
Saat menulis karangan berpola ekspositoris, Anda dapat menggunakan kata penghubung dan kata berimbuhan.
A.Kata Penghubung
Kata penghubung adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat. Dilihat dari fungsinya, berikut ini dua macam kata penghubung.
1.Kata penghubung yang kedudukannya sederajat atau setara, terdiri atas beberapa hal berikut.
a. Menggabungkan biasa: dan, dengan, serta.
b. Menggabungkan memilih: atau.
c. Menggabungkan mempertentangkan: tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya.
d. Menggabungkan membetulkan: melainkan, hanya
e. Menggabungkan menegaskan: bahkan, malah, lagipula, apalagi, jangankan.
f. Menggabungkan membatasi: kecuali, hanya.
g. Menggabungkan mengurutkan: lalu, kemudian, selanjutnya
h. Menggabungkan menyamakan: yaitu, yakni, bahwa, adalah, ialah.
i. Menggabungkan menyimpulkan: jadi, karena itu, oleh sebab itu.
2.Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat dibedakan sebagai berikut.
a. Menyatakan sebab: sebab dan karena.
b. Menyatakan syarat: kalau, jikalau, jika, bila, apalagi, dan asal.
c. Menyatakan tujuan: agar dan supaya.
d. Menyatakan waktu: ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala.
e. Menyatakan akibat: sampai, hingga dan sehingga.
f. Menyatakan sasaran: untuk dan guna.
g. Menyatakan perbandingan: seperti, sebagai, dan laksana.
h. Menyatakan tempat: tempat.
B.Kata Berimbuhan
1.Prefiks (awalan)
a. prefiks di- (contoh: dibawa, dipandang)
b. prefiks ter- (contoh: terlihat, terpandai, tertidur)
c. prefiks se- (contoh: serumah, seindah, sesudah)
d. prefiks ke- (contoh: kelima, kekasih)
e. prefiks pe- (contoh: pelari, penyair)
f. prefiks per- (contoh: perdalam, pertiga, pertuan)
g. prefiks me- (contoh: membesar, menepi, meringkik)
h. prefiks ber- (contoh: bersawah, beranak, bersepeda)
2.Sufiks (akhiran)
a. sufiks -kan (contoh: membersihkan, menduakan, mendewakan)
b. sufiks -i (contoh: mendatangi, diobati)
c. sufiks -an (contoh: undangan, bulanan, lapangan)
d. sufiks -nya (contoh: bajunya, buruknya, kencangnya)
e. sufiks -man; wan, wati (contoh: seniman, seniwati)
3.Konfiks (imbuhan)
a. kofiks ke-an (contoh: kemajuan, kepergian)
b. konfiks pe-an (contoh: pekerjaan, pendaratan)
c. konfiks per-an (contoh: persawahan, persahabatan)
d. konfiks se-nya (contoh: setingi-tingginya, serajinrajinya)
4.Gabungan imbuhan
a. gabungan me -kan (contoh: meninggikan)
b. gabungan di -kan (contoh: didengarkan)
c. gabungan memper -kan (contoh: memperundingkan)
d. gabungan diper -kan (contoh: diperdebatkan)
e. gabungan mem + per + i (contoh: memperbaiki)
f. gabungan di + per + i (contoh: dipelajari)
g. gabungan ber -an (contoh: berpelukan)
h. gabungan ber -kan (contoh: bersandikan)
5.Infiks (sisipan)
Infiks adalah semacam morfem terikat yang disisipkan pada sebuah kata konsonan pertama dan vokal pertama. Bentuk infiks ini tidak berubah.
Berikut ini empat macam infiks yang ada dalam bahasa Indonesia.
1.- el- (contoh: tunjuk-telunjuk)
2.- er- (contoh: gigi-gerigi)
3.- em- (contoh: tali-temali)
4.- in- (contoh: kerja-kinerja)
Jika Anda ingin lebih memahami lebih mendalam tentang kata penghubung dan kata berimbuhan, bacalah Buku Pintar Berbahasa dan Sastra Indonesia (Penulis Dra. Agustien S., dkk) dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Apakah Anda pernah membaca artikel kesehatan, misalnya tentang suatu penyakit? Anda dapat mengenali gejala penyakit sampai cara penanganannya dengan jelas. Artinya, tulisan tersebut telah menggunakan pola pengembangan paragraf ekspositoris. Dalam karangan ekspositoris, Sesuatu dipaparkan dengan runtut sehingga masalahnya menjadi jelas. Tujuan karangan ini adalah member informasi/penjelasan kepada pembaca dengan cara mengembangkan gagasan.
Saat Anda menulis paragraf ekspositoris, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut.
1. Anda dapat mendaftar topik-topik yang kiranya menarik untuk Anda kembangkan.
2. Menyusun kerangka karangan untuk memudahkan Anda mengembangkan pokok-pokok pikiran.
Berikut ini adalah contoh kerangka ekspositoris.
Judul: Mengenal Penyakit Flu Burung
Kerangka karangan:
1. Pengertian flu burung
2. Definisi kasus flu burung
a. kasus suspect
b. kasus probable
c. kasus kompermasi
3. Gejala klinis
4. Penyebab penyakit (etiologi)
5. Penyebab flu burung terkini
6. Masa inkubasi
7. Upaya pencegahan
Berikut ini adalah contoh karangan yang menggunakan pola pengembangan ekspositoris.
“Mengenal Penyakit Flu Burung”
Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari penyakit ini antara lain avian influenza.
Adapun definisi dari berbagai kasusnya adalah sebagai berikut.
1.Kasus Suspect
Kasus suspect adalah kasus seseorang yang menderita ISPA dengan gejala demam (temperatur 38°C), batuk dan atau sakit tenggorokan dan atau beringus serta dengan salah satu keadaan. Hal ini terjadi biasanya karena seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang sedang berjangkit flu burung. Kemudian, orang tersebut kontak dengan virus flu burung yang dalam masa penularan. Hal lainnya jika orang yang bekerja pada suatu laboratorium dan sedang memproses specimen manusia atau binatang yang dicurigai menderita flu burung.
2.Kasus Probable
Kasus probable adalah kasus suspect disertai salah satu keadaan bukti laboratorium terbatas yang mengarah kepada virus influenza A (H5N1). Misalnya, test HI yang menggunakan antigen H5N1 dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonia gagal pernapasan atau meninggal dan terbukti tidak adanya penyebab lain.
3.Kasus Kompermasi
Kasus kompermasi adalah kasus suspect atau probable didukung oleh salah satu hasil pemeriksaan laboratorium. Dalam hal ini, kultur virus influenza H5N1 positif PCR influenza (H5) positif. Selain itu, terjadi peningkatan titer antibody H5 sebesar empat kali.
Selanjutnya, gejala klinis yang ditemui seperti gejala flu pada umumnya, yaitu; demam, sakit tenggorokan, batuk, beringus, nyeri otot, sakit kepala, dan lemas. Dalam waktu singkat, penyakit ini dapat menjadi lebih berat berupa peradangan di paru-paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan tatalaksana dengan baik, dapat menyebabkan kematian.
Etiologi (penyebab penyakit) flu burung adalah virus influenza. Adapun sifat virus ini, yaitu dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Adapun di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 60°C selama 30 menit.
Virus penyebab flu burung dikenal beberapa tipe virus influenza, yaitu; tipe A, tipe B dan tipe C. Virus influenza tipe A terdiri atas beberapa turunan (strain), yaitu: H1N 1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2, dan lain-lain.
Saat ini, penyebab flu burung adalah Highly Pothogenic Avian Influenza Virus, strain H5N1 (H=hemagglutinin; N= neuraminidase). Hasil studi yang ada menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan virus influenza A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus Inluenza A (H5N1) merupakan penyebab wabah flu burung pada unggas. Secara umum, virus flu burung tidak menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih ganas dan menyerang manusia.
Masa inkubasi virus influenza bervariasi antara 1–7 hari. Penularan Flu burung (H5N1) pada unggas terjadi secara cepat dengan kematian tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi di antara populasi unggas satu peternakan, bahkan, dapat menyebar dari satu pertenakan ke peternakan daerah lain. Adapun penularan penyakit ini kepada manusia adalah melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja atau sekreta unggas terserang flu burung. Orang yang memiliki resiko besar untuk terserang flu burung (H5N1) ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual, dan penjamah unggas. Hal lain, belum ada bukti terjadi penularan dari manusia ke manusia. Selain itu, belum ada bukti adanya penularan pada manusia melalui daging unggas yang dikonsumsi.
Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi tinja dan sekret unggas, dengan tindakan sebagai berikut.
Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan pelindung (masker atau kacamata renang).
Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti tinja harus ditatalaksana dengan baik (ditanam/dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya.
Alat-alat yang dipergunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan.
Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
Mengonsumsi daging ayam yang telah dimasak pada suhu 80 °C selama 1 menit. Dalam hal ini, telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64 °C selama 5 menit.
Melaksanakan kebersihan lingkungan.
Menjaga kebersihan diri.
Sumber: www.depkes.go.id (dengan perubahan)
Dari bacaan tersebut, Anda telah mendapatkan pemaparan, penjelasan, penyampaian informasi, sampai penerangan mengenai flu burung. Akan tetapi, Anda tidak diajak untuk menerima atau melaksanakan hal-hal yang dijelaskan dalam bacaan. Intinya, dalam tulisan ekspositoris disajikan pengetahuan atau ilmu, definisi, pengertian, langkah-langkah suatu kegiatan, metode, cara, sampai proses terjadinya sesuatu.
Langkah selanjutnya, Anda dapat melakukan penyuntingan. Dalam hal ini, Anda dapat menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan panduan Ejaan yang Disempurnakan. Kegiatan penyuntingan ini dapat dilakukan dengan bertukar silang hasil pekerjaan teman. Dalam hal ini, Anda dan teman dapat mendiskusikan hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dari isi karangan ekspositoris yang telah ditulis.
Uji Materi
1.Tulislah sebuah karangan yang berpola ekspositoris.
2.Adapun tema yang dikemukakan adalah masalah kesehatan, misalnya masalah kesehatan di lingkungan sekolah atau di lingkungan tempat Anda tinggal.
3.Sebelum menulis karangan berpola ekspositoris, terlebih dahulu buatlah kerangka karangannya.
4.Setelah selesai, bacakanlah tulisan Anda di depan kelas secara bergiliran.
5.Selama teman Anda membacakan tulisannya, lakukanlah penilaian dengan berikut.
No Unsur Penilaian Penilian Nilai
a. Kesesuaian isi dengan tema 0-2
b. Kesesuaian kaidah paragrap ekspositif 0-4
c. Penggunaan bahasa 0-2
Keruntutan penyampaian isi 0-2
Jumlah Total
6.Tukarkanlah tulisan Anda dengan teman sebangku.
7.Lakukan penyuntingan dengan memperhatikan kaidah berbahasa yang baik dan benar.
Info Bahasa
Saat menulis karangan berpola ekspositoris, Anda dapat menggunakan kata penghubung dan kata berimbuhan.
A.Kata Penghubung
Kata penghubung adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat. Dilihat dari fungsinya, berikut ini dua macam kata penghubung.
1.Kata penghubung yang kedudukannya sederajat atau setara, terdiri atas beberapa hal berikut.
a. Menggabungkan biasa: dan, dengan, serta.
b. Menggabungkan memilih: atau.
c. Menggabungkan mempertentangkan: tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya.
d. Menggabungkan membetulkan: melainkan, hanya
e. Menggabungkan menegaskan: bahkan, malah, lagipula, apalagi, jangankan.
f. Menggabungkan membatasi: kecuali, hanya.
g. Menggabungkan mengurutkan: lalu, kemudian, selanjutnya
h. Menggabungkan menyamakan: yaitu, yakni, bahwa, adalah, ialah.
i. Menggabungkan menyimpulkan: jadi, karena itu, oleh sebab itu.
2.Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat dibedakan sebagai berikut.
a. Menyatakan sebab: sebab dan karena.
b. Menyatakan syarat: kalau, jikalau, jika, bila, apalagi, dan asal.
c. Menyatakan tujuan: agar dan supaya.
d. Menyatakan waktu: ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala.
e. Menyatakan akibat: sampai, hingga dan sehingga.
f. Menyatakan sasaran: untuk dan guna.
g. Menyatakan perbandingan: seperti, sebagai, dan laksana.
h. Menyatakan tempat: tempat.
B.Kata Berimbuhan
1.Prefiks (awalan)
a. prefiks di- (contoh: dibawa, dipandang)
b. prefiks ter- (contoh: terlihat, terpandai, tertidur)
c. prefiks se- (contoh: serumah, seindah, sesudah)
d. prefiks ke- (contoh: kelima, kekasih)
e. prefiks pe- (contoh: pelari, penyair)
f. prefiks per- (contoh: perdalam, pertiga, pertuan)
g. prefiks me- (contoh: membesar, menepi, meringkik)
h. prefiks ber- (contoh: bersawah, beranak, bersepeda)
2.Sufiks (akhiran)
a. sufiks -kan (contoh: membersihkan, menduakan, mendewakan)
b. sufiks -i (contoh: mendatangi, diobati)
c. sufiks -an (contoh: undangan, bulanan, lapangan)
d. sufiks -nya (contoh: bajunya, buruknya, kencangnya)
e. sufiks -man; wan, wati (contoh: seniman, seniwati)
3.Konfiks (imbuhan)
a. kofiks ke-an (contoh: kemajuan, kepergian)
b. konfiks pe-an (contoh: pekerjaan, pendaratan)
c. konfiks per-an (contoh: persawahan, persahabatan)
d. konfiks se-nya (contoh: setingi-tingginya, serajinrajinya)
4.Gabungan imbuhan
a. gabungan me -kan (contoh: meninggikan)
b. gabungan di -kan (contoh: didengarkan)
c. gabungan memper -kan (contoh: memperundingkan)
d. gabungan diper -kan (contoh: diperdebatkan)
e. gabungan mem + per + i (contoh: memperbaiki)
f. gabungan di + per + i (contoh: dipelajari)
g. gabungan ber -an (contoh: berpelukan)
h. gabungan ber -kan (contoh: bersandikan)
5.Infiks (sisipan)
Infiks adalah semacam morfem terikat yang disisipkan pada sebuah kata konsonan pertama dan vokal pertama. Bentuk infiks ini tidak berubah.
Berikut ini empat macam infiks yang ada dalam bahasa Indonesia.
1.- el- (contoh: tunjuk-telunjuk)
2.- er- (contoh: gigi-gerigi)
3.- em- (contoh: tali-temali)
4.- in- (contoh: kerja-kinerja)
Jika Anda ingin lebih memahami lebih mendalam tentang kata penghubung dan kata berimbuhan, bacalah Buku Pintar Berbahasa dan Sastra Indonesia (Penulis Dra. Agustien S., dkk) dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Menulis Paragraf Deskriptif
Dalam bagian ini, Anda akan berlatih menulis sebuah paragraf deskriptif. Sebelumnya, Anda akan melakukan observasi atau pengamatan terlebih dahulu. Anda dapat menggunakan lingkungan sekitar sebagai objek. Dengan demikian, diharapkan kemampuan Anda dalam hal menulis pun akan bertambah.
Bagaimana dengan kemampuan menulis Anda? Sudahkah Anda merasa bahwa kemampuan menulis yang dimiliki sudah meningkat? Lanjutkanlah kegiatan tersebut dengan mengirimkan tulisan Anda ke media massa.
Dalam pembelajaran kali ini, kemampuan menulis Anda akan kembali ditingkatkan. Kali ini, Anda akan berlatih menulis paragraf deskriptif. Akan tetapi, sebelum memulai kegiatan tersebut, sebaiknya Anda baca kembali tulisan-tulisan yang pernah dibuat. Koreksilah tulisan-tulisan tersebut agar terhindar dari kesalahan penggunaan bahasa, ejaan, konsistensi, dan kaidah-kaidah kebahasaan lainnya.
Tahukah Anda pengertian dari paragraf deskriptif? Kata deskripsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu verba to describe yang artinya menguraikan, memerikan, atau melukiskan. Paragraf ini bertujuan memberi kesan kepada pembaca terhadap objek, gagasan tempat, atau peristiwa yang ingin disampaikan penulis. Umumnya, gambaran tersebut diberikan secara visual.
Berikut ini adalah contoh paragraf deskriptif.
“Lapangan sekolah kami berada tepat di tengah-tengah gedung sekolah. Di setiap sisi lapangan terdapat taman-taman kecil dengan aneka bunga dan tumbuhan lainnya. Lapangan tersebut berukuran setengah 100 x120 meter. Lumayan luas, bukan? Selain untuk upacara penaikan bendera, kadang kami menggunakan lapangan tersebut untuk bermain basket atau sepak bola. Di sebelah utara, tepatnya di dekat kelas kami, terdapat tiang bendera. Adapun di sebelah timur dan barat terdapat ring basket. Di bagian-bagian tertentu ada lubang yang berguna sebagai pancang tiang untuk net voli atau net sepak takraw.”
Pola pengembangan paragraf deskriptif biasa digunakan agar pembaca benar-benar bisa merasakan dan melihat tempat yang dideskripsikan secara langsung. Hal ini tentunya menuntut kepiawaian penulis dalam menggambarkan suasana dan objek yang dilihat atau dialami.
Adapun hal-hal yang harus Anda perhatikan saat menulis paragraf deskriptif adalah sebagai berikut.
1.Mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraf deskriptif berdasarkan hasil pengamatan. Misalnya, keadaan lingkungan tempat Anda tinggal sekarang.
2.Menyusun kerangka karangan.
Misalnya:
Judul: Kekayaan Hutan Mangrove di Papua
1.Lokasi dan ciri-ciri mangrove di Papua
- dekat sungai Ajkwa, Mimika, Papua
- hutan masih lestari
- untuk wisata
2.Keadaan Pulau Ajkwa
- terbentuknya pulau
3.Mangrove di Pulau Ajkwa
- ada beberapa spesies mangrove
- di sekitar mangrove ada spesies binatang lain
- hutan mangrove membentuk ekosistem baru
4.Pulau Ajkwa untuk kawasan wisata
- keanekaragaman binatang
- jenis-jenis burung
Perhatikanlah contoh paragraf dengan pengembangan kerangka karangan deskriptif berikut.
“Kekayaan Hutan Mangrove di Papua”
Pulau Ajkwa yang berada di muara Sungai Ajkwa, Mimika, Papua, merupakan salah satu dari gugusan pulau dengan hutan mangrove di dalamnya. Hutan ini belum terjamah oleh keserakahan industri seperti yang dialami oleh hutan mangrove di daerah lain. Pulau yang mulai terbentuk pada awal 1990 ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang bisa menambah wawasan setiap pengunjung melalui wisata sambil belajar.
Masa-masa awal terbentuknya Pulau Ajkwa dimulai dari peningkatan sedimentasi yang tinggi di muara Sungai Ajkwa. Pengendapan yang intensif ini akibat dari aliran tailing yang lolos dari daerah pengendapan Ajkwa dan membentuk daratan-daratan baru di muara Sungai Ajkwa.
Sebagian dari daratan ini telah ditumbuhi oleh tanaman mangrove. Berdasarkan data satelit, pulau ini mulai ditumbuhi tanaman mengrove sekitar 1997 dan baru menjadi pulau yang cukup stabil pada 2000.
Tercatat dua spesies mangrove dalam kategori pohon, enam spesies mangrove dalam kategori belta, dan enam spesies mangrove dalam kategori anakan. Total spesies mangrove yang berada di pulau ini adalah empat belas spesies. Adapun kepadatan mangrove di pulau ini adalah 126 pohon/hektare, 1.051 belta/hektare, dan 643 anakan/hektare.Di samping tumbuhan, ternyata di pulau ini juga dihuni berbagai hewan air seperti crustasea (kepiting dan udang), molusca (keong), dan cacing.
Selain itu, tercatat 30 spesies crustasea, empat spesies molusca, dan tujuh keluarga cacing, yang beranak-pinak di pulau ini. Hal ini menunjukkan bahwa hewan-hewan tersebut dapat hidup dan berkembang di daerah yang mengandung tailing.
Hewan-hewan tersebut tidak memiliki tulang rangka tubuh sehingga tidak dapat menyelamatkan diri jika ada ancaman lingkungan di sekitarnya. Artinya, lingkungan pulau di sekitar Sungai Ajkwa tidak tercemari limbah seperti yang dialami oleh daerah lain. Bahkan, komunitas hewan ini terus bertambah setiap waktu.
Hutan mangrove di Pulau Ajkwa telah membentuk sebuah ekosistem kehidupan. Biota-biota laut yang hidup di sana memancing kedatangan berbagai jenis burung. Burung-burung di sana berwarna indah.
Oleh karena itu, jika Anda ke sana, jangan lupa membawa teropong. Dari lensa teropong, dapat diamati indahnya bentuk dan warna burung yang sedang bertengger di dahan pohon. Kicauan burung pun nyaring bersahut-sahutan seperti ingin meramaikan pulau yang tidak didiami oleh manusia ini.
Ada yang bentuknya aneh seperti great-billed heron yang bertubuh kecil namun berparuh dan berleher panjang. Ada pula red-headed myzomela yang bulu kepala hingga buntutnya berwarna merah dengan sayap berwarna hitam. Ada juga yang seluruh anggota tubuhnya berwarna-warni milik burung rufous-night heron. Burung ini memiliki bulu kepala berwarna hitam dengan jambul berwarna putih. Bagian leher hingga perut berwarna putih namun sepasang sayapnya berwarna cokelat. Kedua kakinya berwarna kuning, semakin menambah warna-warni burung ini.
Menariknya lagi, Pulau Ajkwa mungkin akan seperti pulau mati jika tidak ada burung nuri dan mangrove golden whistler. Kicauannya yang nyaring memecah kesunyian pulau ini. Mereka seperti saling bersahut-sahutan di pucuk pohon.
Sumber: www.infopapua.com
Kita dapat mengamati pola pengembangan paragraf ter-sebut berdasarkan penempatan ide pokok. Gagasan atau ide pokok paragraf diwujudkan dalam kalimat utama. Dalam pola pengembangan paragraf deskriptif, kalimat utama ditempatkan di seluruh paragraf. Dalam hal ini, tidak terdapat kalimat khusus yang menjadi kalimat utama.
Uji Materi
1.Buatlah kerangka karangan deskriptif.
2.Pilihlah subjek tema mengenai lingkungan sekitar Anda. Silakan Anda menggambarkan situasi lingkungan tersebut secermat dan sejelas mungkin.
3.Tulislah sebuah karangan sederhana berdasarkan pola pengembangan paragraf deskriptif.
4.Setelah selesai, lakukanlah tukar silang atas setiap hasil tulisan dengan teman Anda.
Bagaimana dengan kemampuan menulis Anda? Sudahkah Anda merasa bahwa kemampuan menulis yang dimiliki sudah meningkat? Lanjutkanlah kegiatan tersebut dengan mengirimkan tulisan Anda ke media massa.
Dalam pembelajaran kali ini, kemampuan menulis Anda akan kembali ditingkatkan. Kali ini, Anda akan berlatih menulis paragraf deskriptif. Akan tetapi, sebelum memulai kegiatan tersebut, sebaiknya Anda baca kembali tulisan-tulisan yang pernah dibuat. Koreksilah tulisan-tulisan tersebut agar terhindar dari kesalahan penggunaan bahasa, ejaan, konsistensi, dan kaidah-kaidah kebahasaan lainnya.
Tahukah Anda pengertian dari paragraf deskriptif? Kata deskripsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu verba to describe yang artinya menguraikan, memerikan, atau melukiskan. Paragraf ini bertujuan memberi kesan kepada pembaca terhadap objek, gagasan tempat, atau peristiwa yang ingin disampaikan penulis. Umumnya, gambaran tersebut diberikan secara visual.
Berikut ini adalah contoh paragraf deskriptif.
“Lapangan sekolah kami berada tepat di tengah-tengah gedung sekolah. Di setiap sisi lapangan terdapat taman-taman kecil dengan aneka bunga dan tumbuhan lainnya. Lapangan tersebut berukuran setengah 100 x120 meter. Lumayan luas, bukan? Selain untuk upacara penaikan bendera, kadang kami menggunakan lapangan tersebut untuk bermain basket atau sepak bola. Di sebelah utara, tepatnya di dekat kelas kami, terdapat tiang bendera. Adapun di sebelah timur dan barat terdapat ring basket. Di bagian-bagian tertentu ada lubang yang berguna sebagai pancang tiang untuk net voli atau net sepak takraw.”
Pola pengembangan paragraf deskriptif biasa digunakan agar pembaca benar-benar bisa merasakan dan melihat tempat yang dideskripsikan secara langsung. Hal ini tentunya menuntut kepiawaian penulis dalam menggambarkan suasana dan objek yang dilihat atau dialami.
Adapun hal-hal yang harus Anda perhatikan saat menulis paragraf deskriptif adalah sebagai berikut.
1.Mendaftar topik-topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraf deskriptif berdasarkan hasil pengamatan. Misalnya, keadaan lingkungan tempat Anda tinggal sekarang.
2.Menyusun kerangka karangan.
Misalnya:
Judul: Kekayaan Hutan Mangrove di Papua
1.Lokasi dan ciri-ciri mangrove di Papua
- dekat sungai Ajkwa, Mimika, Papua
- hutan masih lestari
- untuk wisata
2.Keadaan Pulau Ajkwa
- terbentuknya pulau
3.Mangrove di Pulau Ajkwa
- ada beberapa spesies mangrove
- di sekitar mangrove ada spesies binatang lain
- hutan mangrove membentuk ekosistem baru
4.Pulau Ajkwa untuk kawasan wisata
- keanekaragaman binatang
- jenis-jenis burung
Perhatikanlah contoh paragraf dengan pengembangan kerangka karangan deskriptif berikut.
“Kekayaan Hutan Mangrove di Papua”
Pulau Ajkwa yang berada di muara Sungai Ajkwa, Mimika, Papua, merupakan salah satu dari gugusan pulau dengan hutan mangrove di dalamnya. Hutan ini belum terjamah oleh keserakahan industri seperti yang dialami oleh hutan mangrove di daerah lain. Pulau yang mulai terbentuk pada awal 1990 ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang bisa menambah wawasan setiap pengunjung melalui wisata sambil belajar.
Masa-masa awal terbentuknya Pulau Ajkwa dimulai dari peningkatan sedimentasi yang tinggi di muara Sungai Ajkwa. Pengendapan yang intensif ini akibat dari aliran tailing yang lolos dari daerah pengendapan Ajkwa dan membentuk daratan-daratan baru di muara Sungai Ajkwa.
Sebagian dari daratan ini telah ditumbuhi oleh tanaman mangrove. Berdasarkan data satelit, pulau ini mulai ditumbuhi tanaman mengrove sekitar 1997 dan baru menjadi pulau yang cukup stabil pada 2000.
Tercatat dua spesies mangrove dalam kategori pohon, enam spesies mangrove dalam kategori belta, dan enam spesies mangrove dalam kategori anakan. Total spesies mangrove yang berada di pulau ini adalah empat belas spesies. Adapun kepadatan mangrove di pulau ini adalah 126 pohon/hektare, 1.051 belta/hektare, dan 643 anakan/hektare.Di samping tumbuhan, ternyata di pulau ini juga dihuni berbagai hewan air seperti crustasea (kepiting dan udang), molusca (keong), dan cacing.
Selain itu, tercatat 30 spesies crustasea, empat spesies molusca, dan tujuh keluarga cacing, yang beranak-pinak di pulau ini. Hal ini menunjukkan bahwa hewan-hewan tersebut dapat hidup dan berkembang di daerah yang mengandung tailing.
Hewan-hewan tersebut tidak memiliki tulang rangka tubuh sehingga tidak dapat menyelamatkan diri jika ada ancaman lingkungan di sekitarnya. Artinya, lingkungan pulau di sekitar Sungai Ajkwa tidak tercemari limbah seperti yang dialami oleh daerah lain. Bahkan, komunitas hewan ini terus bertambah setiap waktu.
Hutan mangrove di Pulau Ajkwa telah membentuk sebuah ekosistem kehidupan. Biota-biota laut yang hidup di sana memancing kedatangan berbagai jenis burung. Burung-burung di sana berwarna indah.
Oleh karena itu, jika Anda ke sana, jangan lupa membawa teropong. Dari lensa teropong, dapat diamati indahnya bentuk dan warna burung yang sedang bertengger di dahan pohon. Kicauan burung pun nyaring bersahut-sahutan seperti ingin meramaikan pulau yang tidak didiami oleh manusia ini.
Ada yang bentuknya aneh seperti great-billed heron yang bertubuh kecil namun berparuh dan berleher panjang. Ada pula red-headed myzomela yang bulu kepala hingga buntutnya berwarna merah dengan sayap berwarna hitam. Ada juga yang seluruh anggota tubuhnya berwarna-warni milik burung rufous-night heron. Burung ini memiliki bulu kepala berwarna hitam dengan jambul berwarna putih. Bagian leher hingga perut berwarna putih namun sepasang sayapnya berwarna cokelat. Kedua kakinya berwarna kuning, semakin menambah warna-warni burung ini.
Menariknya lagi, Pulau Ajkwa mungkin akan seperti pulau mati jika tidak ada burung nuri dan mangrove golden whistler. Kicauannya yang nyaring memecah kesunyian pulau ini. Mereka seperti saling bersahut-sahutan di pucuk pohon.
Sumber: www.infopapua.com
Kita dapat mengamati pola pengembangan paragraf ter-sebut berdasarkan penempatan ide pokok. Gagasan atau ide pokok paragraf diwujudkan dalam kalimat utama. Dalam pola pengembangan paragraf deskriptif, kalimat utama ditempatkan di seluruh paragraf. Dalam hal ini, tidak terdapat kalimat khusus yang menjadi kalimat utama.
Uji Materi
1.Buatlah kerangka karangan deskriptif.
2.Pilihlah subjek tema mengenai lingkungan sekitar Anda. Silakan Anda menggambarkan situasi lingkungan tersebut secermat dan sejelas mungkin.
3.Tulislah sebuah karangan sederhana berdasarkan pola pengembangan paragraf deskriptif.
4.Setelah selesai, lakukanlah tukar silang atas setiap hasil tulisan dengan teman Anda.
Mengidentifikasi Unsur Sastra
Dalam pelajaran sebelumnya, Anda telah ditugasi untuk merekam sebuah penggalan novel atau cerpen bersama kelompok Anda. Dalam pelajaran ini, Anda akan berlatih mengidentifikasi unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra. Anda akan merinci unsur-unsur tersebut sehingga dapat memahami karya sastra yang diidentifikasi. Diharapkan, kemampuan apresiasi Anda terhadap karya sastra akan meningkat.
Saat Anda mempelajari karya sastra di Pelajaran 3B dahulu, Anda telah mengenal unsur-unsur dalam (intrinsik) yang ada pada karya sastra. Hal tersebut dapat menjadi bahan untuk Anda dalam mempelajari isi cerpen. Selain itu, ada juga unsur luar yang terdapat dalam cerita pendek. Unsur tersebut dinamakan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik merupakan bagian luar dari karya cerpen yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan isi cerita. Namun, sebuah karya dapat mencerminkan kapan dan bagaimana situasi karya itu dibuat. Dalam hal ini, karya intrinsik berhubungan dengan kondisi pengarang, situasi sosial waktu karya dibuat, bagaimana keadaan penerbit, sampai bentuk buku cerpen atau naskah tersebut.
Bacalah penggalan novel berikut dengan baik.
Tarian Bumi
Karya Oka Rusmini
"Jero" memang nama yang harus dipakai oleh seorang perempuan sudra yang menjadi anggota keluarga griya. Sedangkan "Kenanga" adalah nama bunga yang makin lama makin wangi. Telaga menyukai keharuman yang memancar dari kelopaknya. Wangi yang aneh.
Nama yang diberikan sesepuh griya untuk Luh Sekar memang cocok. Telaga sering berpikir sendiri, nama baru yang disandang Ibu sesuai dengan beban kehidupannya. Makin hari beban hidup perempuan itu makin bertambah saja. Masalah Ayah, masalah Nenek, juga masalah Kakek. Betapa beratnya menjadi seorang perempuan. Teramat menyakitkan!
Suatu pagi utusan dari rumah Ibu datang menga- barkan, perempuan yang melahirkannya ditemukan hanyut di sungai. Mendengar kabar itu Ibu menjerit-jerit. Telaga masih ingat ekspresi yang penuh luka itu. Begitu juga maki-makian dari Nenek.
Kata Nenek, tidak pantas Ibu berlaku seperti itu. Seorang perempuan bangsawan harus bisa mengontrol emosi. Harus menunjukkan kewibawaan. Ketenangan. Dengan menunjukkan hal-hal itu berarti Ibu sudah bisa menghargai suaminya. Telaga tidak pernah paham, berapa aturan lagi yang harus dipelajari Ibu agar diterima sebagai bangsawan sejati. Hampir dua puluh tahun tidak habis-habisnya!
Aturan itu malah menjadi-jadi. Luh Sekar tidak boleh menyentuh mayat ibunya sendiri. Dia juga tidak boleh memandikan dan menyembah tubuh kaku itu. Sebagai keluarga griya, Luh Sekar duduk di tempat yang tinggi sehingga bisa menyaksikan jalannya upacara dengan lengkap. Telaga tahu hati Ibu berdarah, bernanah. Dan makin hari bau busuknya makin terasa. Telaga merasakan luka itu
Inikah artinya menjadi perempuan? Telaga ingin bicara dengan perempuan tua yang melahirkan Ayah. Bicara dari hati ke hati. Bicara tentang makna keperempuanan, hakikatnya. Dan Telaga ingin perempuan tua yang terlihat agung dan berwibawa itu mampu memberi jawaban jelas. Apa arti menjadi perempuan brahmana. Seperti apa impiannya pada cucu satu-satunya ini? Ingin sekali Telaga mendengar jawaban-jawaban itu muncul dan wajah penuh wibawa itu.
Bagi Nenek, wibawa harus terus dijaga agar orang di luar griya mau menghargainya. Kenyataannya? Memang Nenek bisa mengatur keluarga. Bahkan Ida Bagus Tugur suaminya takkan berkutik hanya dengan batuk kecil. Anehnya, Nenek hanya pandai membaca kesalahan-kesalahan yang dibuat suaminya. Tapi dia tidak lihai membaca kesalahan anak kesayangannya, anak lelaki satu satunya yang teramat dia kagumi dan terlalu sering membuat masalah itu: Ayah.
Lelaki tua yang dipanggil "kakek" oleh Telaga tidak lebih dari pelengkap. Telaga sangat membenci laki-laki itu. Lelaki tua itu hanya bisa diam. Teramat pasif. Tidak pernah ada bantahan apa pun dari bibirnya yang membiru karena seringnya bersentuhan dengan asap rokok.
***
Saat Telaga makin dewasa, terlebih setelah menjalani upacara Menek Kelih, sebuah upacara pem- baptisan lahirnya seorang gadis baru.Telaga harus melepaskan kulit kanak-kanaknya. Kulit yang sangat dia cintai.
Masa-masa itu adalah permainan yang paling menarik karena Telaga bebas dan bisa melakukan apa saja yang diinginkan. Sebuah tikungan terindah yang tidak akan pernah bisa dijangkau lagi. Tikungan tempat Telaga bersembunyi dan tidak pernah merasa bersalah, sekalipun telah membuat kenakalan yang membuat nenek dan ibunya tidak bisa menemukan kata-kata untuk memaki.
Dunia itu juga telah memberi Telaga kekuasaan yang besar. "Anak perempuan tidak boleh duduk sembarangan," kata neneknya, seraya memukul paha Telaga. "Dia masih kanak-kanak. Kau jangan menambah bebannya." Suara Kakek Telaga terdengar tegas. Lalu, seperti biasa, perempuan dan laki-laki tua itu akan bergumam sendiri saling menyalahkan. Pada saat itu Telaga merasa senang, bebas melakukan apa pun yang dia mau. Naik pohon mangga, bermain sepuasnya. Kadang-kadang Telaga juga mau disuruh berkelahi melawan anak laki-laki. Sayang, masa itu tidak bisa dipinjam Telaga lama-lama, Telaga harus mengakhiri dan mengembalikan masa itu pada hidup. Rasanya tidak ikhlas! Sering Telaga berpikir bagaimana caranya Sang yang hidup bisa dibohongi. Ingin rasanya mencuri masa kanak-kanak itu.
Sayang sekali Sang Hyang Hidup sangat berkuasa. Dia juga tidak bisa dirayu atau pun diajak berkolusi. Aturan-aturan yang ditetapkan-Nya sangat kaku. Tidak bisa dibelokkan atau dimiringkan sedikit saja. Sekarang, Telaga harus memasuki masa yang paling menyulitkan. Masa yang selalu memiliki pertanyaan-pertanyaan yang begitu beragam tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Objek pertama yang membuatnya sering berpikir adalah Ida Bagus Tugur, laki-laki yang selalu mendongengkan kesetiaan dan rasa hormat Kunti pada keluarga dan suami. Mata tuanya terlihat me ngambang, kosong, dan seolah menyeret Telaga untuk memahaminya. Mata itu juga sering terlihat sangat kering dan memohon pada Telaga untuk disirami. Kehidupan apa ini? Orang-orang dalam rumah kami hanya membuat Telaga seperti buku kosong yang ditulisi dengan paksa dan terburu-buru. Telaga harus memberikan halaman-halaman kosong dalam jiwanya untuk ditulisi oleh sesuatu yang tidak diinginkan. "Kau sekarang sudah dewasa, Tugeg! Tugeg harus dengar kata-kata Meme". Suatu hari Jero Kenanga masuk ke kamar Telaga. Pandangan mata perempuan Tidak biasanya Kenanga datang ke kamar anaknya begitu formal. Apa ini yang dinamakan wilayah kedewasaan, wilayah perempuan sesungguhnya? Meme mau bicara apa?".
"Banyak. Tugeg punya waktu mendengarkan?" Telaga diam. Dipandangnya mata perempuan
kedua di rumah ini setelah neneknya, perempuan tua yang selalu mengajari Telaga untuk bersikap sebagai perempuan yang dewasa.
"Kau adalah harapan Meme, Tugeg. Kelak, kau harus menikah dengan laki-laki yang memakai nama depan lda Bagus. Kau harus tanam dalam-dalam pesanku ini Sekarang kau bukan anak kecil lagi. Kau tidak bisa bermain bola lagi. Kau harus mulai belajar menjadi perempuan keturunan brahmana. Menghafal beragam sesaji, juga harus tahu bagaimana mengukir janur untuk upacara. Pegang kata kataku ini, Tugeg. Kau mengerti?" Suara perempuan itu lebih mirip paksaan daripada sebuah nasehat.
Telaga sangat membenci proses yang terjadi dalam tubuhnya, Dia sering bertanya, kenapa mesti dewasa? Kenapa mesti diupacarai dan mengundang seluruh keluarga untuk menyaksikan bahwa seorang perempuan baru telah lahir! Perempuan? Bagaimana rasanya mengenakan jubah baru itu? Apakah nasib Telaga akan seperti Nenek? Ataukah seperti Ibu?
Telaga menarik napas. Menyembunyikan nasihat neneknya dalam-dalam. Pelan-pelan Telaga mengangkat wajah. "Pasti ada yang ingin Meme sampaikan." "Ya." Telaga duduk mendekat. Dipandangnya wajah cantik yang ada di depannya. "Kau sudah menjadi perempuan yang sesungguhnya, sekarang." "Ya. Tuniang juga katakan itu."
"Apa dk memberimu nasehat?" Suara Ibu lebih mirip penyelidikan. Telaga diam. Tidak ingin mengatakan apa-apa. Sejak kecil Telaga paham, dua orang perempuan dalam rumah ini selalu ribut. Yang satu selalu merasa berkuasa dibanding yang lain, satunya lagi hanya terdiam. Tetapi bagi Telaga kedua perempuan itu memiliki kebaikan yang berbeda dalam pembentukan Telaga sebagai perempuan.
"Tidak. Kenapa?" Telaga berkata santai sambil memandang wajah ibunya dalam-dalam. Jero Kenanga jadi tidak enak hati ditatap anak kandungnya seperti itu. Perempuan itu menarik napas.
Sumber: Novel Tarian Bumi, 2005
Dari penggalan novel yang Anda baca tersebut, Anda dapat menganalisis unsur intrinsiknya.
1.Tokoh
Salah satu tokoh yang ada dalam novel Tarian Bumi tersebut adalah Telaga. Ia bertindak sebagai tokoh utama. Adapun tokoh tambahannya adalah Ibu Telaga dan neneknya.
2.Tema
Tema utama yang ada pada novel tersebut menyangkut pola pemikiran seorang wanita dalam menghadapi budaya di sekitarnya. Adapun budaya tersebut lebih banyak merugikan kaum wanita.
3.Alur
Jalan cerita yang ada dalam penggalan novel termasuk jalan cerita yang bergerak maju. Adapun jika Anda ingin lebih mengetahui jalan cerita secara utuh, Anda dapat membaca novel karya Oka Rusmini tersebut secara lengkap. Hal ini akan membuat Anda memiliki pemahaman lain atas isi secara utuh dari novel tersebut.
4.Latar
Kita dapat mengamati latar dengan adanya penamaan tokoh dan juga budayanya. Jadi, latar tempat yang ada dalam penggalan novel adalah kaum masyarakat Bali. Adapun latar sosial yang ada dalam penggalan novel tersebut adalah hubungan budaya masyarakat dengan kehidupan kaum wanita secara tidak langsung.
5.Penokohan/Karakter
Dalam novel tersebut, kita dapat mengamati karakter setiap tokoh. Sebagai tokoh utama, Telaga memercikkan sebuah pemberontakan atas keadaan di sekelilingnya. Ia mengalami konflik batin untuk keluar dari kungkungan adat yang ada di sekitarnya. Hal ini ditunjukkan dengan penggalan berikut.
Kehidupan apa ini? Orang-orang dalam rumah ini hanya mem- buat Telaga seperti buku kosong yang ditulisi dengan paksa dan terburu-buru. Telaga harus memberikan halaman-halaman kosong dalam jiwanya untuk ditulisi oleh sesuatu yang tidak diinginkan.Lain halnya dengan tokoh Nenek Telaga yang kuat memegang adat dan menjadikan perempuan harus tunduk pada takdirnya. Ia menganggap Telaga harus mengikuti keinginan dan segala aturan yang dibuatnya.
Sekarang, kerjakanlah latihan berikut ini.
1.Perdengarkanlah isi rekaman penggalan novel yang telah dilakukan pada akhir Pelajaran 3B.
2.Lakukanlah kegiatan tersebut secara bergiliran antarkelompok.
3.Sementara kelompok lain memperdengarkan hasil rekaman novelnya, kelompok lain mencatat hal-hal yang berhubungan dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel yang diperdengarkan tersebut.
4.Kemukakanlah hasil analisis unsur intrinsik dan ekstrinsik kelompok Anda terhadap salah satu karya novel yang diperdengarkan.
Saat Anda mempelajari karya sastra di Pelajaran 3B dahulu, Anda telah mengenal unsur-unsur dalam (intrinsik) yang ada pada karya sastra. Hal tersebut dapat menjadi bahan untuk Anda dalam mempelajari isi cerpen. Selain itu, ada juga unsur luar yang terdapat dalam cerita pendek. Unsur tersebut dinamakan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik merupakan bagian luar dari karya cerpen yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan isi cerita. Namun, sebuah karya dapat mencerminkan kapan dan bagaimana situasi karya itu dibuat. Dalam hal ini, karya intrinsik berhubungan dengan kondisi pengarang, situasi sosial waktu karya dibuat, bagaimana keadaan penerbit, sampai bentuk buku cerpen atau naskah tersebut.
Bacalah penggalan novel berikut dengan baik.
Tarian Bumi
Karya Oka Rusmini
"Jero" memang nama yang harus dipakai oleh seorang perempuan sudra yang menjadi anggota keluarga griya. Sedangkan "Kenanga" adalah nama bunga yang makin lama makin wangi. Telaga menyukai keharuman yang memancar dari kelopaknya. Wangi yang aneh.
Nama yang diberikan sesepuh griya untuk Luh Sekar memang cocok. Telaga sering berpikir sendiri, nama baru yang disandang Ibu sesuai dengan beban kehidupannya. Makin hari beban hidup perempuan itu makin bertambah saja. Masalah Ayah, masalah Nenek, juga masalah Kakek. Betapa beratnya menjadi seorang perempuan. Teramat menyakitkan!
Suatu pagi utusan dari rumah Ibu datang menga- barkan, perempuan yang melahirkannya ditemukan hanyut di sungai. Mendengar kabar itu Ibu menjerit-jerit. Telaga masih ingat ekspresi yang penuh luka itu. Begitu juga maki-makian dari Nenek.
Kata Nenek, tidak pantas Ibu berlaku seperti itu. Seorang perempuan bangsawan harus bisa mengontrol emosi. Harus menunjukkan kewibawaan. Ketenangan. Dengan menunjukkan hal-hal itu berarti Ibu sudah bisa menghargai suaminya. Telaga tidak pernah paham, berapa aturan lagi yang harus dipelajari Ibu agar diterima sebagai bangsawan sejati. Hampir dua puluh tahun tidak habis-habisnya!
Aturan itu malah menjadi-jadi. Luh Sekar tidak boleh menyentuh mayat ibunya sendiri. Dia juga tidak boleh memandikan dan menyembah tubuh kaku itu. Sebagai keluarga griya, Luh Sekar duduk di tempat yang tinggi sehingga bisa menyaksikan jalannya upacara dengan lengkap. Telaga tahu hati Ibu berdarah, bernanah. Dan makin hari bau busuknya makin terasa. Telaga merasakan luka itu
Inikah artinya menjadi perempuan? Telaga ingin bicara dengan perempuan tua yang melahirkan Ayah. Bicara dari hati ke hati. Bicara tentang makna keperempuanan, hakikatnya. Dan Telaga ingin perempuan tua yang terlihat agung dan berwibawa itu mampu memberi jawaban jelas. Apa arti menjadi perempuan brahmana. Seperti apa impiannya pada cucu satu-satunya ini? Ingin sekali Telaga mendengar jawaban-jawaban itu muncul dan wajah penuh wibawa itu.
Bagi Nenek, wibawa harus terus dijaga agar orang di luar griya mau menghargainya. Kenyataannya? Memang Nenek bisa mengatur keluarga. Bahkan Ida Bagus Tugur suaminya takkan berkutik hanya dengan batuk kecil. Anehnya, Nenek hanya pandai membaca kesalahan-kesalahan yang dibuat suaminya. Tapi dia tidak lihai membaca kesalahan anak kesayangannya, anak lelaki satu satunya yang teramat dia kagumi dan terlalu sering membuat masalah itu: Ayah.
Lelaki tua yang dipanggil "kakek" oleh Telaga tidak lebih dari pelengkap. Telaga sangat membenci laki-laki itu. Lelaki tua itu hanya bisa diam. Teramat pasif. Tidak pernah ada bantahan apa pun dari bibirnya yang membiru karena seringnya bersentuhan dengan asap rokok.
***
Saat Telaga makin dewasa, terlebih setelah menjalani upacara Menek Kelih, sebuah upacara pem- baptisan lahirnya seorang gadis baru.Telaga harus melepaskan kulit kanak-kanaknya. Kulit yang sangat dia cintai.
Masa-masa itu adalah permainan yang paling menarik karena Telaga bebas dan bisa melakukan apa saja yang diinginkan. Sebuah tikungan terindah yang tidak akan pernah bisa dijangkau lagi. Tikungan tempat Telaga bersembunyi dan tidak pernah merasa bersalah, sekalipun telah membuat kenakalan yang membuat nenek dan ibunya tidak bisa menemukan kata-kata untuk memaki.
Dunia itu juga telah memberi Telaga kekuasaan yang besar. "Anak perempuan tidak boleh duduk sembarangan," kata neneknya, seraya memukul paha Telaga. "Dia masih kanak-kanak. Kau jangan menambah bebannya." Suara Kakek Telaga terdengar tegas. Lalu, seperti biasa, perempuan dan laki-laki tua itu akan bergumam sendiri saling menyalahkan. Pada saat itu Telaga merasa senang, bebas melakukan apa pun yang dia mau. Naik pohon mangga, bermain sepuasnya. Kadang-kadang Telaga juga mau disuruh berkelahi melawan anak laki-laki. Sayang, masa itu tidak bisa dipinjam Telaga lama-lama, Telaga harus mengakhiri dan mengembalikan masa itu pada hidup. Rasanya tidak ikhlas! Sering Telaga berpikir bagaimana caranya Sang yang hidup bisa dibohongi. Ingin rasanya mencuri masa kanak-kanak itu.
Sayang sekali Sang Hyang Hidup sangat berkuasa. Dia juga tidak bisa dirayu atau pun diajak berkolusi. Aturan-aturan yang ditetapkan-Nya sangat kaku. Tidak bisa dibelokkan atau dimiringkan sedikit saja. Sekarang, Telaga harus memasuki masa yang paling menyulitkan. Masa yang selalu memiliki pertanyaan-pertanyaan yang begitu beragam tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Objek pertama yang membuatnya sering berpikir adalah Ida Bagus Tugur, laki-laki yang selalu mendongengkan kesetiaan dan rasa hormat Kunti pada keluarga dan suami. Mata tuanya terlihat me ngambang, kosong, dan seolah menyeret Telaga untuk memahaminya. Mata itu juga sering terlihat sangat kering dan memohon pada Telaga untuk disirami. Kehidupan apa ini? Orang-orang dalam rumah kami hanya membuat Telaga seperti buku kosong yang ditulisi dengan paksa dan terburu-buru. Telaga harus memberikan halaman-halaman kosong dalam jiwanya untuk ditulisi oleh sesuatu yang tidak diinginkan. "Kau sekarang sudah dewasa, Tugeg! Tugeg harus dengar kata-kata Meme". Suatu hari Jero Kenanga masuk ke kamar Telaga. Pandangan mata perempuan Tidak biasanya Kenanga datang ke kamar anaknya begitu formal. Apa ini yang dinamakan wilayah kedewasaan, wilayah perempuan sesungguhnya? Meme mau bicara apa?".
"Banyak. Tugeg punya waktu mendengarkan?" Telaga diam. Dipandangnya mata perempuan
kedua di rumah ini setelah neneknya, perempuan tua yang selalu mengajari Telaga untuk bersikap sebagai perempuan yang dewasa.
"Kau adalah harapan Meme, Tugeg. Kelak, kau harus menikah dengan laki-laki yang memakai nama depan lda Bagus. Kau harus tanam dalam-dalam pesanku ini Sekarang kau bukan anak kecil lagi. Kau tidak bisa bermain bola lagi. Kau harus mulai belajar menjadi perempuan keturunan brahmana. Menghafal beragam sesaji, juga harus tahu bagaimana mengukir janur untuk upacara. Pegang kata kataku ini, Tugeg. Kau mengerti?" Suara perempuan itu lebih mirip paksaan daripada sebuah nasehat.
Telaga sangat membenci proses yang terjadi dalam tubuhnya, Dia sering bertanya, kenapa mesti dewasa? Kenapa mesti diupacarai dan mengundang seluruh keluarga untuk menyaksikan bahwa seorang perempuan baru telah lahir! Perempuan? Bagaimana rasanya mengenakan jubah baru itu? Apakah nasib Telaga akan seperti Nenek? Ataukah seperti Ibu?
Telaga menarik napas. Menyembunyikan nasihat neneknya dalam-dalam. Pelan-pelan Telaga mengangkat wajah. "Pasti ada yang ingin Meme sampaikan." "Ya." Telaga duduk mendekat. Dipandangnya wajah cantik yang ada di depannya. "Kau sudah menjadi perempuan yang sesungguhnya, sekarang." "Ya. Tuniang juga katakan itu."
"Apa dk memberimu nasehat?" Suara Ibu lebih mirip penyelidikan. Telaga diam. Tidak ingin mengatakan apa-apa. Sejak kecil Telaga paham, dua orang perempuan dalam rumah ini selalu ribut. Yang satu selalu merasa berkuasa dibanding yang lain, satunya lagi hanya terdiam. Tetapi bagi Telaga kedua perempuan itu memiliki kebaikan yang berbeda dalam pembentukan Telaga sebagai perempuan.
"Tidak. Kenapa?" Telaga berkata santai sambil memandang wajah ibunya dalam-dalam. Jero Kenanga jadi tidak enak hati ditatap anak kandungnya seperti itu. Perempuan itu menarik napas.
Sumber: Novel Tarian Bumi, 2005
Dari penggalan novel yang Anda baca tersebut, Anda dapat menganalisis unsur intrinsiknya.
1.Tokoh
Salah satu tokoh yang ada dalam novel Tarian Bumi tersebut adalah Telaga. Ia bertindak sebagai tokoh utama. Adapun tokoh tambahannya adalah Ibu Telaga dan neneknya.
2.Tema
Tema utama yang ada pada novel tersebut menyangkut pola pemikiran seorang wanita dalam menghadapi budaya di sekitarnya. Adapun budaya tersebut lebih banyak merugikan kaum wanita.
3.Alur
Jalan cerita yang ada dalam penggalan novel termasuk jalan cerita yang bergerak maju. Adapun jika Anda ingin lebih mengetahui jalan cerita secara utuh, Anda dapat membaca novel karya Oka Rusmini tersebut secara lengkap. Hal ini akan membuat Anda memiliki pemahaman lain atas isi secara utuh dari novel tersebut.
4.Latar
Kita dapat mengamati latar dengan adanya penamaan tokoh dan juga budayanya. Jadi, latar tempat yang ada dalam penggalan novel adalah kaum masyarakat Bali. Adapun latar sosial yang ada dalam penggalan novel tersebut adalah hubungan budaya masyarakat dengan kehidupan kaum wanita secara tidak langsung.
5.Penokohan/Karakter
Dalam novel tersebut, kita dapat mengamati karakter setiap tokoh. Sebagai tokoh utama, Telaga memercikkan sebuah pemberontakan atas keadaan di sekelilingnya. Ia mengalami konflik batin untuk keluar dari kungkungan adat yang ada di sekitarnya. Hal ini ditunjukkan dengan penggalan berikut.
Kehidupan apa ini? Orang-orang dalam rumah ini hanya mem- buat Telaga seperti buku kosong yang ditulisi dengan paksa dan terburu-buru. Telaga harus memberikan halaman-halaman kosong dalam jiwanya untuk ditulisi oleh sesuatu yang tidak diinginkan.Lain halnya dengan tokoh Nenek Telaga yang kuat memegang adat dan menjadikan perempuan harus tunduk pada takdirnya. Ia menganggap Telaga harus mengikuti keinginan dan segala aturan yang dibuatnya.
Sekarang, kerjakanlah latihan berikut ini.
1.Perdengarkanlah isi rekaman penggalan novel yang telah dilakukan pada akhir Pelajaran 3B.
2.Lakukanlah kegiatan tersebut secara bergiliran antarkelompok.
3.Sementara kelompok lain memperdengarkan hasil rekaman novelnya, kelompok lain mencatat hal-hal yang berhubungan dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel yang diperdengarkan tersebut.
4.Kemukakanlah hasil analisis unsur intrinsik dan ekstrinsik kelompok Anda terhadap salah satu karya novel yang diperdengarkan.
Mengemukakan Hal Menarik dalam Cerpen
Dalam pelajaran ini Anda akan berlatih mengemukakan hal-hal menarik dan mengesankan dalam cerita pendek. Sebelumnya, Anda harus membaca cerpen terlebih dahulu dengan saksama. Dengan demikian, diharapkan kemampuan apresiasi Anda terhadap karya sastra pun akan bertambah.
Cerpen sebagai karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur pembangun di dalamnya, yakni oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Cerpen memiliki unsur peristiwa, alur, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus "kurang penting" yang lebih bersifat memperpanjang cerita.
Cerpen sebagai karya sastra prosa memiliki unsur-unsur dalam (intrinsik) yang membangunnya. Hal yang pelu diperhatikan adalah unsur-unsur tersebut membentuk kesatuan yang utuh. Dalam hal ini, satu unsur akan mempengaruhi unsur lainnya. Cerpen dapat dibedakan antara cerpen hiburan dan cerpen serius. Dalam istilah kita dibedakan antara cerpen sastra dan cerpen hiburan. Perbedaan kedua jenis cerpen ini adalah pada kualitas isi cerpen. Banyak sebagian cerpenis yang menghasilkan baik cerpen hiburan maupun sastra dengan cara yang tidak jauh berbeda. Contoh cerpenis yang ahli dalam membuat cerpen hiburan maupun cerpen sastra adalah Mottinggo Busye, Ahmad Tohari, Jajak M.D., dan Asbari Nurpatria Krisna.
Bacalah cerpen berikut dengan cermat.
Shalawat Badar
Karya Ahmad Tohari
Bus yang aku tumpangi masuk terminal Cirebon ketika matahari hampir mencapai pucuk langit. Terik matahari ditambah dengan panasnya mesin disel tua memanggang bus itu bersama isinya. Untung bus tak begitu penuh sehingga sesama penumpang tak perlu bersinggungan badan. Namun, dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara yang dialirkan dengan kipas koran. Dari belakang terus-menerus mengepul asap rokok dari mulut seorang lelaki setengah mengantuk.
Begitu bus berhenti, puluhan pedagang asongan menyerbu masuk. Bahkan beberapa di antara mereka sudah membajingloncat ketika bus masih berada di mulut terminal bus menjadi pasar yang sangat hiruk-pikuk. Celakanya, mesin bus tidak dimatikan dan sopir melompat turun begitu saja. Dan para pedagang asongan itu menawarkan dagangan dengan suara melengking agar bisa mengatasi derum mesin. Mereka menyodor-nyodorkan dagangan, bila perlu sampai dekat sekali ke mata para penumpang. Kemudian, mereka mengeluh ketika mendapati tak seorang pun mau berbelanja. Seorang di antara mereka malah mengutuk dengan mengatakan para penumpang.adalah manusia-manusia kikir, atau manusia-manusia yang tak punya duit.
Suasana sungguh gerah, sangat bising dan para penumpang tak berdaya melawan keadaan yang sangat menyiksa itu. Dalam keadaan seperti itu, harapan para penumpang hanya satu; hendaknya sopir cepat datang dan bus segera bergerak kembali untuk meneruskan perjalanan ke Jakarta. Namun laki-laki yang menjadi tumpuan harapan itu kelihatan sibuk dengan kesenangannya sendiri. Sopir itu enak-enak bergurau dengan seorang perempuan penjual buah.
Sementara para penumpang lain kelihatan sangat gelisah dan jengkel, aku mencoba bersikap lain. Perjalanan semacam ini sudah puluhan kali aku alami. Dari pengalaman seperti itu aku mengerti bahwa ketidaknyamanan dalam perjalanan tak perlu dikeluhkan karena sama sekali tidak mengatasi keadaan. Supaya jiwa dan raga tidak tersiksa, aku selalu mencoba berdamai dengan keadaan. Maka kubaca semuanya dengan tenang: Sopir yang tak acuh terhadap nasib para penumpang itu, tukang-tukang asongan yang sangat berisikitu, dan lelaki yang setengah mengantuk sambil mengepulkan asap di belakangku itu.
Masih banyak hal yang belum sempat aku baca ketika seorang lelaki naik ke dalam bus. Celana, baju, dan kopiahnya berwarna hitam. Dia naik dari pintu depan. Begitu naik lelaki itu mengucapkan salam dengan fasih. Kemudian dari mulutnya mengalir Shalawat Badar dalam suara yang bening. Tangannya menadahkan mangkuk kecil. Lelaki itu mengemis. Aku membaca tentang pengemis ini dengan perasaan yang sangat dalam. Aku dengarkan baik-baik shalawatnya. Ya, persis. Aku pun sering membaca shalawat seperti itu terutama dalam pengajian-pengajian umum atau rapat-rapat. Sekarang kulihat dan kudengar sendiri ada lelaki membaca Shalawat Badar untuk mengemis.
Kukira pengemis itu sering mendatangi pengajian-pengajian. Kukira dia sering mendengar ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup baik dunia maupun akhirat. Lalu dari pengajian seperti itu dia hanya mendapat sesuatu untuk membela kehidupannya di dunia. Sesuatu itu adalah Shalawat Badar yang kini sedang dikumandangkannya sambil menadahkan tangan. Ada perasaan tidak setuju mengapa hal-hal yang kudus seperti bacaan shalawat itu dipakai untuk mengemis. Tetapi perasaan demikian lenyap ketika pengemis itu sudah berdiri di depanku. Mungkin karena shalawat itu, maka tanganku bergerak merogoh kantong dan memberikan selembar ratusan. Ada banyak hal dapat dibaca pada wajah si pengemis itu.
Di sana aku lihat kebodohan, kepasrahan yang memperkuat penampilan kemiskinan. Wajah-wajah seperti itu sangat kuhafal karena selalu hadir mewarnai pengajian yang sering diawali dengan Shalawat Badar. Ya. Jejak-jejak pengajian dan ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup ada berbekas pada wajah pengemis itu. Lalu mengapa dari pengajian yang sering didatanginya ia hanya bisa menghafal Shalawat Badar dan kini menggunakannya untuk mengemis? Ah, kukira ada yang tak beres. Ada yang salah. Sayangnya, aku tak begitu tega menyalahkan pengemis yang terus membaca shalawat itu.
Perhatianku terhadap si pengemis terputus oleh bunyi pintu bus yang dibanting. Kulihat sopir sudah duduk di belakang kemudi. Kondektur melompat masuk dan berteriak kepada sopir. Teriakannya ditelan oleh bunyi mesin disel yang meraung-raung. Kudengar kedua awak bus itu bertengkar. Kondektur tampaknya enggan melayani bus yang tidak penuh, sementara sopir sudah bosan menunggu tambahan penumpang yang ternyata tak kunjung datang. Mereka bertengkar melalui kata-kata yang tak sedap didengar. Dan bus terus melaju meninggalkan terminal Cirebon.
Sopir yang marah menjalankan busnya dengan gila-gilaan. Kondektur diam. Tetapi kata-kata kasarnya mendadak tumpah lagi. Kali ini bukan kepada sopir, melainkan kepada pengemis yang jongkok dekat pintu belakang. "He, siral kenapa kamu tidak turun? Mau jadi gembel di Jakarta? Kamu tidak tahu gembel di sana pada dibuang ke laut dijadikan rumpon?”
Pengemis itu diam saja. "Turun!" "Sira beli mikir? Bus cepat seperti ini aku harus turun?"
"Tadi siapa suruh kamu naik?"
"Saya naik sendiri. Tapi saya tidak ingin ikut. Saya cuma mau ngemis, kok. Coba, suruh sopir berhenti. Nanti saya akan turun. Mumpung belum jauh."
Kondektur kehabisan kata-kata. Dipandangnya pengemis itu seperti ia hendak menelannya bulat-bulat. Yang dipandang pasrah. Dia tampaknya rela diperlakukan sebagai apa saja asal tidak didorong keluar dari bus yang melaju makin cepat. Kondektur berlalu sambil bersungut. Si pengemis yang merasa. sedikit lega, bergerak memperbaiki posisinya di dekat pintu belakang. Mulutnya kembali bergumam: "... shalatullah, salamullah, ‘ala thaha rasulillah...."
Shalawat itu terus mengalun dan terdengar makin jelas karena tak ada lagi suara kondektur. Para penumpang membisu dan terlena dalam pikiran masing-masing. Aku pun mulai mengantuk sehingga lama-lama aku tak bisa membedakan mana suara shalawat dan mana derum mesin diesel. Boleh jadi aku sudah berada di alam mimpi dan di sana kulihat ribuan orang membaca shalawat. Anehnya,mereka yang berjumlah banyak sekali itu memiliki rupa yang sama. Mereka semuanya mirip sekali dengan pengemis yang naik dalam bus yang kutumpangi di terminal Cirebon. Dan dalam mimpi pun aku berpendapat bahwa mereka bisa menghafal teks shalawat itu dengan sempurna karena mereka sering mendatangi ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup di dunia maupun akhirat. Dan dari ceramah-ceramah seperti itu mereka hanya memperoleh hafalan yang untungnya boleh dipakai modal menadahkan tangan.
Kukira aku masih dalam mimpi ketika kurasakan peristiwa yang hebat. Mula-mula kudengar guntur meledak dengan suara dahsyat. Kemudian kulihat mayat-mayat beterbangan dan jatuh di sekelilingku. Mayat-mayat itu terluka dan beberapa di antaranya kelihatan sangat mengerikan. Karena merasa takut aku pun lari. Namun aku tersandung batu dan jatuh ke tanah. Mulut terasa asin dan aku meludah. Ternyata ludahku merah. Terasa ada cairan mengalir dari lobang hidungku. Ketika kuraba, cairan itu pun merah. Ya Tuhan. Tiba-tiba aku tersadar bahwa diriku terluka parah. Aku terjaga dan di depanku ada malapetaka. Bus yang kutumpangi sudah terkapar di tengah sawah dan bentuknya sudah tak keruan. Di dekatnya terguling sebuah truk tangki yang tak kalah ringseknya. Dalam keadaan panik aku mencoba bangkit bergerak ke jalan raya. Namun rasa sakit memaksaku duduk kembali. Kulihat banyak kendaraan berhenti Kudengar orang-orang merintih. Lalu samar-samar kulihat seorang lelaki kusut keluar dari bangkai bus. Badannya tak tergores sedikit pun. Lelaki itu dengan tenang berjalan kembali ke arah kota Cirebon.
Telingaku dengan gamblang mendengar suara lelaki yang terus berjalan dengan tenang ke arah timur itu: "Shalatullah, salamullah, ‘ala thaha rasulillah.. .
Sumber: Kumpulan cerpen Senyum Karyamin, 1989
Setelah membaca cerpen tersebut, apakah Anda menemukan hal menarik untuk ditanggapi? Anda dapat menanggapi dari sudut tokoh, tema, ataupun amanat di dalamnya.
Salah satu hal yang menarik dari sebuah cerpen adalah hadirnya alur. Ketegangan saat mengikuti sebuah cerita memang menyenangkan dan menjadi hiburan tersendiri. Terkadang, cerita hiburan bertumpu pada plotnya dan kurang menggarap tema. Inti dari munculnya permasalahan adalah berbenturannya watak-watak tokoh. Para tokoh masing-masing memiliki sikap dan sifat sendiri. Ketegangan dalam cerpen akan menjadi daya tarik sendiri dalam sebuah cerpen.
Alur cerita dalam cerpen "Shalawat Badar" karya Ahmad Tohari menggunakan teknik alur cerita yang konvensional. Dalam hal ini, konfilik berawal dari pengenalan sang tokoh "aku" tentang keadaan bus yang ia tumpangi di sebuah terminal. Kemudian, timbul konflik batin tokoh "aku" tentang keadaannya. Hal ini digambarkan dengan kondisi bus yang berisi penumpang dan para pedagang asongan. Permasalahan yang ada dalam diri si tokoh "aku" semakin memuncak manakala datang seorang pengemis yang menjadikan shalawat yang sakral sebagai media untuk mencari nafkah dari belas kasihan para penumpang.
Permasalahan semakin memuncak (klimaks) saat sopir dan kondektur bertengkar. Selain itu, konflik muncul lagi saat kondektur bus bertengkar dengan si pengemis tadi. Puncaknya adalah saat bus tersebut bertabrakan dengan sebuah truk. Pada bagian akhir, dikisahkan bahwa si pengemis yang selalu mengumandangkan shalawat selamat dari kecelakaan dan tidak terluka sedikit pun. Pada akhir cerita, pembaca disuguhi persepsi masing-masing terhadap keadaan akhir tiap tokoh. Peredaan persepsi tersebut muncul akibat adanya perbedaan pola pikir dan sudut pandang (subjektivitas) pembaca.
Sekarang, kerjakanlah latihan berikut berdasarkan cerpen Shalawat Badar tersebut.
1.Bacalah kembali dan kemukakanlah tanggapan Anda terhadap isi cerpen tersebut.
2.Mintalah pendapat teman Anda mengenai isi tanggapan yang Anda kemukakan.
3.Lakukanlah diskusi kelas terhadap isi cerpen tersebut. Anda dapat mengambil acuan dari pertanyaan-pertanyaan berikut.
a. Bagaimanakah tema yang diangkat dari isi cerpen tersebut?
b. Apakah latar tempat dan latar sosial mempengaruhi watak sang pengemis?
c. Menurut Anda, gejolak batin apa yang menyebabkan sang tokoh "aku" begit tersiksa dengan keadaan yang dihadapinya di dalam bus?
d. Bagaimanakah tanggapan Anda terhadap alur cerita dari awal sampai akhir?
Info sastra
Dalam catatan sejarah kesusastraan Indonesia, cerpen merupakan genre (jenis) sastra yang usianya lebih muda dibandingkan dengan puisi dan novel. Tonggak terpenting sejarah penulisan cerpen di Indonesia dimulai oleh cerita-cerita M. Kasim (bersama Suman Hs.) pada awal 1910-an. Mereka memperkenalkan bentuk tulisan berupa cerita-cerita yang pendek dan lucu.
Sejak saat itulah, di Indonesia mulai dikenal bentuk penulisan cerita pendek (cerpen). Pada tahun-tahun 1930-an kegairahan penulisan cerpen semakin marak dengan didukung oleh terbitnya dua majalah penting pada waktu itu, yakni Pedoman Masjarakat dan Poedjangga Baroe. Tema-tema cerita yang ditampilkan mulai beragam, tidak hanya seputar cerita-cerita yang "ringan dan lucu". Pada zaman ini digarap juga tema-tema tentang kemanusiaan, pergerakan ke arah kebangsaan, dan tema-tema revolusi.
Cerpen sebagai karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur pembangun di dalamnya, yakni oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Cerpen memiliki unsur peristiwa, alur, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus "kurang penting" yang lebih bersifat memperpanjang cerita.
Cerpen sebagai karya sastra prosa memiliki unsur-unsur dalam (intrinsik) yang membangunnya. Hal yang pelu diperhatikan adalah unsur-unsur tersebut membentuk kesatuan yang utuh. Dalam hal ini, satu unsur akan mempengaruhi unsur lainnya. Cerpen dapat dibedakan antara cerpen hiburan dan cerpen serius. Dalam istilah kita dibedakan antara cerpen sastra dan cerpen hiburan. Perbedaan kedua jenis cerpen ini adalah pada kualitas isi cerpen. Banyak sebagian cerpenis yang menghasilkan baik cerpen hiburan maupun sastra dengan cara yang tidak jauh berbeda. Contoh cerpenis yang ahli dalam membuat cerpen hiburan maupun cerpen sastra adalah Mottinggo Busye, Ahmad Tohari, Jajak M.D., dan Asbari Nurpatria Krisna.
Bacalah cerpen berikut dengan cermat.
Shalawat Badar
Karya Ahmad Tohari
Bus yang aku tumpangi masuk terminal Cirebon ketika matahari hampir mencapai pucuk langit. Terik matahari ditambah dengan panasnya mesin disel tua memanggang bus itu bersama isinya. Untung bus tak begitu penuh sehingga sesama penumpang tak perlu bersinggungan badan. Namun, dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara yang dialirkan dengan kipas koran. Dari belakang terus-menerus mengepul asap rokok dari mulut seorang lelaki setengah mengantuk.
Begitu bus berhenti, puluhan pedagang asongan menyerbu masuk. Bahkan beberapa di antara mereka sudah membajingloncat ketika bus masih berada di mulut terminal bus menjadi pasar yang sangat hiruk-pikuk. Celakanya, mesin bus tidak dimatikan dan sopir melompat turun begitu saja. Dan para pedagang asongan itu menawarkan dagangan dengan suara melengking agar bisa mengatasi derum mesin. Mereka menyodor-nyodorkan dagangan, bila perlu sampai dekat sekali ke mata para penumpang. Kemudian, mereka mengeluh ketika mendapati tak seorang pun mau berbelanja. Seorang di antara mereka malah mengutuk dengan mengatakan para penumpang.adalah manusia-manusia kikir, atau manusia-manusia yang tak punya duit.
Suasana sungguh gerah, sangat bising dan para penumpang tak berdaya melawan keadaan yang sangat menyiksa itu. Dalam keadaan seperti itu, harapan para penumpang hanya satu; hendaknya sopir cepat datang dan bus segera bergerak kembali untuk meneruskan perjalanan ke Jakarta. Namun laki-laki yang menjadi tumpuan harapan itu kelihatan sibuk dengan kesenangannya sendiri. Sopir itu enak-enak bergurau dengan seorang perempuan penjual buah.
Sementara para penumpang lain kelihatan sangat gelisah dan jengkel, aku mencoba bersikap lain. Perjalanan semacam ini sudah puluhan kali aku alami. Dari pengalaman seperti itu aku mengerti bahwa ketidaknyamanan dalam perjalanan tak perlu dikeluhkan karena sama sekali tidak mengatasi keadaan. Supaya jiwa dan raga tidak tersiksa, aku selalu mencoba berdamai dengan keadaan. Maka kubaca semuanya dengan tenang: Sopir yang tak acuh terhadap nasib para penumpang itu, tukang-tukang asongan yang sangat berisikitu, dan lelaki yang setengah mengantuk sambil mengepulkan asap di belakangku itu.
Masih banyak hal yang belum sempat aku baca ketika seorang lelaki naik ke dalam bus. Celana, baju, dan kopiahnya berwarna hitam. Dia naik dari pintu depan. Begitu naik lelaki itu mengucapkan salam dengan fasih. Kemudian dari mulutnya mengalir Shalawat Badar dalam suara yang bening. Tangannya menadahkan mangkuk kecil. Lelaki itu mengemis. Aku membaca tentang pengemis ini dengan perasaan yang sangat dalam. Aku dengarkan baik-baik shalawatnya. Ya, persis. Aku pun sering membaca shalawat seperti itu terutama dalam pengajian-pengajian umum atau rapat-rapat. Sekarang kulihat dan kudengar sendiri ada lelaki membaca Shalawat Badar untuk mengemis.
Kukira pengemis itu sering mendatangi pengajian-pengajian. Kukira dia sering mendengar ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup baik dunia maupun akhirat. Lalu dari pengajian seperti itu dia hanya mendapat sesuatu untuk membela kehidupannya di dunia. Sesuatu itu adalah Shalawat Badar yang kini sedang dikumandangkannya sambil menadahkan tangan. Ada perasaan tidak setuju mengapa hal-hal yang kudus seperti bacaan shalawat itu dipakai untuk mengemis. Tetapi perasaan demikian lenyap ketika pengemis itu sudah berdiri di depanku. Mungkin karena shalawat itu, maka tanganku bergerak merogoh kantong dan memberikan selembar ratusan. Ada banyak hal dapat dibaca pada wajah si pengemis itu.
Di sana aku lihat kebodohan, kepasrahan yang memperkuat penampilan kemiskinan. Wajah-wajah seperti itu sangat kuhafal karena selalu hadir mewarnai pengajian yang sering diawali dengan Shalawat Badar. Ya. Jejak-jejak pengajian dan ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup ada berbekas pada wajah pengemis itu. Lalu mengapa dari pengajian yang sering didatanginya ia hanya bisa menghafal Shalawat Badar dan kini menggunakannya untuk mengemis? Ah, kukira ada yang tak beres. Ada yang salah. Sayangnya, aku tak begitu tega menyalahkan pengemis yang terus membaca shalawat itu.
Perhatianku terhadap si pengemis terputus oleh bunyi pintu bus yang dibanting. Kulihat sopir sudah duduk di belakang kemudi. Kondektur melompat masuk dan berteriak kepada sopir. Teriakannya ditelan oleh bunyi mesin disel yang meraung-raung. Kudengar kedua awak bus itu bertengkar. Kondektur tampaknya enggan melayani bus yang tidak penuh, sementara sopir sudah bosan menunggu tambahan penumpang yang ternyata tak kunjung datang. Mereka bertengkar melalui kata-kata yang tak sedap didengar. Dan bus terus melaju meninggalkan terminal Cirebon.
Sopir yang marah menjalankan busnya dengan gila-gilaan. Kondektur diam. Tetapi kata-kata kasarnya mendadak tumpah lagi. Kali ini bukan kepada sopir, melainkan kepada pengemis yang jongkok dekat pintu belakang. "He, siral kenapa kamu tidak turun? Mau jadi gembel di Jakarta? Kamu tidak tahu gembel di sana pada dibuang ke laut dijadikan rumpon?”
Pengemis itu diam saja. "Turun!" "Sira beli mikir? Bus cepat seperti ini aku harus turun?"
"Tadi siapa suruh kamu naik?"
"Saya naik sendiri. Tapi saya tidak ingin ikut. Saya cuma mau ngemis, kok. Coba, suruh sopir berhenti. Nanti saya akan turun. Mumpung belum jauh."
Kondektur kehabisan kata-kata. Dipandangnya pengemis itu seperti ia hendak menelannya bulat-bulat. Yang dipandang pasrah. Dia tampaknya rela diperlakukan sebagai apa saja asal tidak didorong keluar dari bus yang melaju makin cepat. Kondektur berlalu sambil bersungut. Si pengemis yang merasa. sedikit lega, bergerak memperbaiki posisinya di dekat pintu belakang. Mulutnya kembali bergumam: "... shalatullah, salamullah, ‘ala thaha rasulillah...."
Shalawat itu terus mengalun dan terdengar makin jelas karena tak ada lagi suara kondektur. Para penumpang membisu dan terlena dalam pikiran masing-masing. Aku pun mulai mengantuk sehingga lama-lama aku tak bisa membedakan mana suara shalawat dan mana derum mesin diesel. Boleh jadi aku sudah berada di alam mimpi dan di sana kulihat ribuan orang membaca shalawat. Anehnya,mereka yang berjumlah banyak sekali itu memiliki rupa yang sama. Mereka semuanya mirip sekali dengan pengemis yang naik dalam bus yang kutumpangi di terminal Cirebon. Dan dalam mimpi pun aku berpendapat bahwa mereka bisa menghafal teks shalawat itu dengan sempurna karena mereka sering mendatangi ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup di dunia maupun akhirat. Dan dari ceramah-ceramah seperti itu mereka hanya memperoleh hafalan yang untungnya boleh dipakai modal menadahkan tangan.
Kukira aku masih dalam mimpi ketika kurasakan peristiwa yang hebat. Mula-mula kudengar guntur meledak dengan suara dahsyat. Kemudian kulihat mayat-mayat beterbangan dan jatuh di sekelilingku. Mayat-mayat itu terluka dan beberapa di antaranya kelihatan sangat mengerikan. Karena merasa takut aku pun lari. Namun aku tersandung batu dan jatuh ke tanah. Mulut terasa asin dan aku meludah. Ternyata ludahku merah. Terasa ada cairan mengalir dari lobang hidungku. Ketika kuraba, cairan itu pun merah. Ya Tuhan. Tiba-tiba aku tersadar bahwa diriku terluka parah. Aku terjaga dan di depanku ada malapetaka. Bus yang kutumpangi sudah terkapar di tengah sawah dan bentuknya sudah tak keruan. Di dekatnya terguling sebuah truk tangki yang tak kalah ringseknya. Dalam keadaan panik aku mencoba bangkit bergerak ke jalan raya. Namun rasa sakit memaksaku duduk kembali. Kulihat banyak kendaraan berhenti Kudengar orang-orang merintih. Lalu samar-samar kulihat seorang lelaki kusut keluar dari bangkai bus. Badannya tak tergores sedikit pun. Lelaki itu dengan tenang berjalan kembali ke arah kota Cirebon.
Telingaku dengan gamblang mendengar suara lelaki yang terus berjalan dengan tenang ke arah timur itu: "Shalatullah, salamullah, ‘ala thaha rasulillah.. .
Sumber: Kumpulan cerpen Senyum Karyamin, 1989
Setelah membaca cerpen tersebut, apakah Anda menemukan hal menarik untuk ditanggapi? Anda dapat menanggapi dari sudut tokoh, tema, ataupun amanat di dalamnya.
Salah satu hal yang menarik dari sebuah cerpen adalah hadirnya alur. Ketegangan saat mengikuti sebuah cerita memang menyenangkan dan menjadi hiburan tersendiri. Terkadang, cerita hiburan bertumpu pada plotnya dan kurang menggarap tema. Inti dari munculnya permasalahan adalah berbenturannya watak-watak tokoh. Para tokoh masing-masing memiliki sikap dan sifat sendiri. Ketegangan dalam cerpen akan menjadi daya tarik sendiri dalam sebuah cerpen.
Alur cerita dalam cerpen "Shalawat Badar" karya Ahmad Tohari menggunakan teknik alur cerita yang konvensional. Dalam hal ini, konfilik berawal dari pengenalan sang tokoh "aku" tentang keadaan bus yang ia tumpangi di sebuah terminal. Kemudian, timbul konflik batin tokoh "aku" tentang keadaannya. Hal ini digambarkan dengan kondisi bus yang berisi penumpang dan para pedagang asongan. Permasalahan yang ada dalam diri si tokoh "aku" semakin memuncak manakala datang seorang pengemis yang menjadikan shalawat yang sakral sebagai media untuk mencari nafkah dari belas kasihan para penumpang.
Permasalahan semakin memuncak (klimaks) saat sopir dan kondektur bertengkar. Selain itu, konflik muncul lagi saat kondektur bus bertengkar dengan si pengemis tadi. Puncaknya adalah saat bus tersebut bertabrakan dengan sebuah truk. Pada bagian akhir, dikisahkan bahwa si pengemis yang selalu mengumandangkan shalawat selamat dari kecelakaan dan tidak terluka sedikit pun. Pada akhir cerita, pembaca disuguhi persepsi masing-masing terhadap keadaan akhir tiap tokoh. Peredaan persepsi tersebut muncul akibat adanya perbedaan pola pikir dan sudut pandang (subjektivitas) pembaca.
Sekarang, kerjakanlah latihan berikut berdasarkan cerpen Shalawat Badar tersebut.
1.Bacalah kembali dan kemukakanlah tanggapan Anda terhadap isi cerpen tersebut.
2.Mintalah pendapat teman Anda mengenai isi tanggapan yang Anda kemukakan.
3.Lakukanlah diskusi kelas terhadap isi cerpen tersebut. Anda dapat mengambil acuan dari pertanyaan-pertanyaan berikut.
a. Bagaimanakah tema yang diangkat dari isi cerpen tersebut?
b. Apakah latar tempat dan latar sosial mempengaruhi watak sang pengemis?
c. Menurut Anda, gejolak batin apa yang menyebabkan sang tokoh "aku" begit tersiksa dengan keadaan yang dihadapinya di dalam bus?
d. Bagaimanakah tanggapan Anda terhadap alur cerita dari awal sampai akhir?
Info sastra
Dalam catatan sejarah kesusastraan Indonesia, cerpen merupakan genre (jenis) sastra yang usianya lebih muda dibandingkan dengan puisi dan novel. Tonggak terpenting sejarah penulisan cerpen di Indonesia dimulai oleh cerita-cerita M. Kasim (bersama Suman Hs.) pada awal 1910-an. Mereka memperkenalkan bentuk tulisan berupa cerita-cerita yang pendek dan lucu.
Sejak saat itulah, di Indonesia mulai dikenal bentuk penulisan cerita pendek (cerpen). Pada tahun-tahun 1930-an kegairahan penulisan cerpen semakin marak dengan didukung oleh terbitnya dua majalah penting pada waktu itu, yakni Pedoman Masjarakat dan Poedjangga Baroe. Tema-tema cerita yang ditampilkan mulai beragam, tidak hanya seputar cerita-cerita yang "ringan dan lucu". Pada zaman ini digarap juga tema-tema tentang kemanusiaan, pergerakan ke arah kebangsaan, dan tema-tema revolusi.
Menganalisis Unsur Intrinsik Cerpen
Dalam bab ini Anda akan berlatih menganalisis unsur intrinsik cerpen lalu mengubungkannya dengan realitas sosial. Anda dapat menemukannya dalam cerpen-cerpen bertema sosial. Dengan demikian, diharapkan kemampuan Anda dalam memahami cerpen akan bertambah.
Upaya memahami karya sastra dapat dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur dalam (intrinsik). Unsur-unsur dalam sebuah karya sastra memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Berikut ini unsur-unsur intrinsik yang ada dalam karya sastra.
1.Tema
Tema dapat kita peroleh setelah kita membaca secara menyeluruh (close reading) isi cerita.Tema yang diangkat biasanya sesuai dengan amanat/pesan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya. Tema menyangkut ide cerita. Tema menyangkut keseluruhan isi cerita yang tersirat dalam cerpen. Tema dalam cerpen dapat mengangkat masalah persahabatan, cinta kasih, permusuhan, dan lain-lain. Hal yang pokok adalah tema berhubungan dengan sikap dan pengamatan pengarang terhadap ke-hidupan. Pengarang menyatakan idenya dalam unsur keseluruhan cerita.
2.Jalan Cerita dan Alur
Alur tersembunyi di balik jalan cerita. Alur merupakan bagian rangkaian perjalanan cerita yang tidak tampak. Jalan cerita dikuatkan dengan hadirnya alur. Sehubungan dengan naik turunnya jalan cerita karena adanya sebab akibat, dapat dikatakan pula alur dan jalan cerita dapat lahir karena adanya konflik. Konflik tidak harus selalu berisikan pertentangan antara orang per orang. Konflik dapat hadir dalam diri sang tokoh dengan dirinya maupun dengan lingkungan di sekitarnya.
Hal yang menggerakkan kejadian cerita adalah plot. Suatu kejadian baru dapat disebut cerita kalau di dalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan konflik.
Adapun kehadiran konlik harus ada sebabnya. Secara sederhana, konflik lahir dari mulai pengenalan hingga penyelesaian konflik. Untuk lebih jelasnya, urutan tingkatan konflik adalah sebagai berikut.
Pengenalan konflik > Timbul permasalahan > Permasalahan memuncak > Permasalahan mereda > Penyelesaian masalah.
3.Tokoh dan Perwatakan
Cara tokoh dalam menghadapi masalah maupun kejadian tentunya berbeda-beda. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang (pengalaman hidup) mereka. Dengan menggambarkan secara khusus bagaimana suasana hati tokoh, kita lebih banyak diberi tahu latar be-lakang kepribadiannya. Penulis yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya berarti berhasil pula dalam menghidupkan tokoh. Dalam perwatakan tokoh dapat diamati dari hal-hal berikut:
a. apa yang diperbuat oleh para tokoh;
b. melalui ucapan-ucapan tokoh;
c. melalui penggambaran fisik tokoh;
d. melalui pikiran-pikirannya;
e. melalui penerangan langsung.
4. Latar(Setting)
Latar (setting) merupakan salah satu bagian cerpen yang dianggap penting sebagai penggerak cerita. Setting mempengaruhi unsur lain, se-misal tema atau penokohan. Setting tidak hanya menyangkut lokasi di mana para pelaku cerita terlibat dalam sebuah kejadian.
Adapun penggolongan setting dapat dikelompokkan dalam setting tempat, setting waktu, dan setting sosial.
5.Sudut Pandang (Point of View)
Point of view berhubungan dengan siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen? Cara yang dipilih oleh pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini dikarenakan watak dan pribadi si pencerita (pengarang) akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca.
Adapun sudut pandang pengarang sendiri empat macam, yakni sebagai berikut.
a.Objective point of view
Dalam teknik ini, pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti Anda melihat film dalam televisi. Para tokoh hadir dengan karakter masing-masing. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku.
b.Omniscient point of view
Dalam teknik ini, pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkannya.
c.Point of view orang pertama
Teknik ini lebih populer dikenal di Indonesia. Teknik ini dikenal pula dengan teknik sudut pandang "aku". Hal ini sama halnya seperti seseorang mengajak berbicara pada orang lain.
d.Point of view orang ketiga
Teknik ini biasa digunakan dalam penuturan pengalaman seseorang sebagai pihak ketiga. Jadi, pengarang hanya "menitipkan" pemikirannya dalam tokoh orang ketiga. Orang ketiga ("dia") dapat juga menggunakan nama orang.
6.Gaya
Gaya menyangkut cara khas pengarang dalam mengungkapkan ekspresi berceritanya dalam cerpen yang ia tulis. Gaya tersebut me-nyangkut bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan, dan menceritakannya dalam sebuah cerpen.
7.Amanat
Amanat adalah bagian akhir yang merupakan pesan dari cerita yang dibaca. Dalam hal ini, pengarang "menitipkan" nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerpen yang dibaca. Amanat menyangkut bagaimana sang pembaca memahami dan meresapi cerpen yang ia baca. Setiap pembaca akan merasakan nilai-nilai yang berbeda dari cerpen yang dibacanya. Hal lain yang termasuk unsur sastra adalah unsur ekstrinsik. Unsur ini berada di luar karya sastra itu sendiri. Misalnya, nama penerbit, tempat lahir pengarang, harga buku, hingga keadaan di sekitar saat karya sastra tersebut ditulis.
Upaya memahami karya sastra dapat dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur dalam (intrinsik). Unsur-unsur dalam sebuah karya sastra memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Berikut ini unsur-unsur intrinsik yang ada dalam karya sastra.
1.Tema
Tema dapat kita peroleh setelah kita membaca secara menyeluruh (close reading) isi cerita.Tema yang diangkat biasanya sesuai dengan amanat/pesan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya. Tema menyangkut ide cerita. Tema menyangkut keseluruhan isi cerita yang tersirat dalam cerpen. Tema dalam cerpen dapat mengangkat masalah persahabatan, cinta kasih, permusuhan, dan lain-lain. Hal yang pokok adalah tema berhubungan dengan sikap dan pengamatan pengarang terhadap ke-hidupan. Pengarang menyatakan idenya dalam unsur keseluruhan cerita.
2.Jalan Cerita dan Alur
Alur tersembunyi di balik jalan cerita. Alur merupakan bagian rangkaian perjalanan cerita yang tidak tampak. Jalan cerita dikuatkan dengan hadirnya alur. Sehubungan dengan naik turunnya jalan cerita karena adanya sebab akibat, dapat dikatakan pula alur dan jalan cerita dapat lahir karena adanya konflik. Konflik tidak harus selalu berisikan pertentangan antara orang per orang. Konflik dapat hadir dalam diri sang tokoh dengan dirinya maupun dengan lingkungan di sekitarnya.
Hal yang menggerakkan kejadian cerita adalah plot. Suatu kejadian baru dapat disebut cerita kalau di dalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan konflik.
Adapun kehadiran konlik harus ada sebabnya. Secara sederhana, konflik lahir dari mulai pengenalan hingga penyelesaian konflik. Untuk lebih jelasnya, urutan tingkatan konflik adalah sebagai berikut.
Pengenalan konflik > Timbul permasalahan > Permasalahan memuncak > Permasalahan mereda > Penyelesaian masalah.
3.Tokoh dan Perwatakan
Cara tokoh dalam menghadapi masalah maupun kejadian tentunya berbeda-beda. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang (pengalaman hidup) mereka. Dengan menggambarkan secara khusus bagaimana suasana hati tokoh, kita lebih banyak diberi tahu latar be-lakang kepribadiannya. Penulis yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya berarti berhasil pula dalam menghidupkan tokoh. Dalam perwatakan tokoh dapat diamati dari hal-hal berikut:
a. apa yang diperbuat oleh para tokoh;
b. melalui ucapan-ucapan tokoh;
c. melalui penggambaran fisik tokoh;
d. melalui pikiran-pikirannya;
e. melalui penerangan langsung.
4. Latar(Setting)
Latar (setting) merupakan salah satu bagian cerpen yang dianggap penting sebagai penggerak cerita. Setting mempengaruhi unsur lain, se-misal tema atau penokohan. Setting tidak hanya menyangkut lokasi di mana para pelaku cerita terlibat dalam sebuah kejadian.
Adapun penggolongan setting dapat dikelompokkan dalam setting tempat, setting waktu, dan setting sosial.
5.Sudut Pandang (Point of View)
Point of view berhubungan dengan siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen? Cara yang dipilih oleh pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini dikarenakan watak dan pribadi si pencerita (pengarang) akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca.
Adapun sudut pandang pengarang sendiri empat macam, yakni sebagai berikut.
a.Objective point of view
Dalam teknik ini, pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti Anda melihat film dalam televisi. Para tokoh hadir dengan karakter masing-masing. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku.
b.Omniscient point of view
Dalam teknik ini, pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkannya.
c.Point of view orang pertama
Teknik ini lebih populer dikenal di Indonesia. Teknik ini dikenal pula dengan teknik sudut pandang "aku". Hal ini sama halnya seperti seseorang mengajak berbicara pada orang lain.
d.Point of view orang ketiga
Teknik ini biasa digunakan dalam penuturan pengalaman seseorang sebagai pihak ketiga. Jadi, pengarang hanya "menitipkan" pemikirannya dalam tokoh orang ketiga. Orang ketiga ("dia") dapat juga menggunakan nama orang.
6.Gaya
Gaya menyangkut cara khas pengarang dalam mengungkapkan ekspresi berceritanya dalam cerpen yang ia tulis. Gaya tersebut me-nyangkut bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan, dan menceritakannya dalam sebuah cerpen.
7.Amanat
Amanat adalah bagian akhir yang merupakan pesan dari cerita yang dibaca. Dalam hal ini, pengarang "menitipkan" nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerpen yang dibaca. Amanat menyangkut bagaimana sang pembaca memahami dan meresapi cerpen yang ia baca. Setiap pembaca akan merasakan nilai-nilai yang berbeda dari cerpen yang dibacanya. Hal lain yang termasuk unsur sastra adalah unsur ekstrinsik. Unsur ini berada di luar karya sastra itu sendiri. Misalnya, nama penerbit, tempat lahir pengarang, harga buku, hingga keadaan di sekitar saat karya sastra tersebut ditulis.
Langganan:
Postingan (Atom)